667 KK di Ketapang Menanti Keadilan, DPP ARUN Mengetuk Pintu DPR: “Ini Bukan Sekadar Tanah, Tapi Hidup Kami”

Crew8 News, Jakarta – Di balik megahnya Gedung Nusantara I DPR RI, ada suara-suara yang nyaris tenggelam, tangisan warga Ketapang, Kalimantan Barat, yang selama bertahun-tahun hidup dalam bayang-bayang konflik agraria.

Tak kurang dari 667 kepala keluarga (KK) kini menjadi korban ketidakpastian hukum dan kekuasaan yang merampas ruang hidup mereka.

Hari ini, suara itu akhirnya sampai ke Senayan, dibawa langsung oleh Dewan Pimpinan Pusat Advokasi Rakyat untuk Nusantara (DPP ARUN).

Didampingi para tokoh masyarakat, DPP ARUN resmi mendesak DPR RI untuk menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) sebagai respons atas kian parahnya situasi di lapangan.

Ketapang bukan satu-satunya, tapi menjadi simbol krisis agraria yang membara di banyak wilayah Indonesia.

“Ini bukan hanya soal tanah. Ini soal rumah, sekolah anak-anak, sumber kehidupan. Negara tidak boleh terus membiarkan rakyatnya terusir dari tanahnya sendiri,” tegas perwakilan DPP ARUN usai menyerahkan berkas pengaduan.

Konflik ini bukan hal baru, bertahun-tahun, warga Ketapang harus berhadapan dengan intimidasi, penggusuran, dan kriminalisasi.

Beberapa bahkan kehilangan lahan yang telah mereka kelola secara turun-temurun hanya karena tumpang tindih izin korporasi besar.

Di tengah ketidakberdayaan, ARUN tampil sebagai jembatan terakhir antara rakyat dan negara, mereka tidak hanya membawa data dan dokumen, tapi juga air mata, harapan, dan keberanian warga yang memilih melawan ketidakadilan dengan cara yang sah.

“Kalau DPR benar-benar rumah rakyat, buktikan hari ini.

Terima kami. Dengarkan suara ibu-ibu dan anak-anak yang kehilangan rumah, kami bukan pengacau, kami rakyat yang menuntut hak,” ungkap salah satu tokoh adat Ketapang yang turut hadir.

DPP ARUN menilai bahwa kegagalan negara dalam menyelesaikan konflik agraria selama ini terjadi akibat lemahnya komitmen politik dan tumpang tindih kebijakan lintas kementerian, mereka mendesak DPR untuk tidak hanya menjadi penonton, tetapi ikut menjadi bagian dari penyelesaian.

Kini, beban 667 kepala keluarga itu berpindah ke pundak para wakil rakyat.

Apakah mereka akan membuka telinga dan hati, atau kembali membiarkan konflik tanah menjadi kisah kelam yang berulang?

“Ini saatnya negara berdiri bersama rakyat, bukan korporasi,” pungkas DPP ARUN.

(C8N)

#senyuman08

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini