Ahmad Fatoni: Tujuh catatan penting terkait urgensi dan implikasi pembaruan KUHAP dalam sistem peradilan pidana di Indonesia
Crew8 News – Komisi III DPR semakin banyak menerima masukan dalam penyusunan draf revisi UU No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Berbagai kalangan sudah diundang Komisi III dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) antara lain dari organisasi advokat. Advokasi Rakyat Untuk Nusantara (ARUN) punya tujuh catatan untuk revisi RUU KUHAP, dua diantaranya mengusulkan penguatan peran advokat dan penguatan penerapan prinsip restorative justice dalam sistem peradilan pidana.
Usulan itu direspons positif anggota Komisi III DPR. Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, mengatakan draf ini disusun untuk menghasilkan UU yang berkualitas. Advokat telah menjalani praktik sesuai kewenangan profesinya sehingga punya pengalaman berhadapan dengan aparat penegak hukum lain dan mengetahui persoalan di lapangan.
KUHAP mengatur proses penyelesaian hukum dimana warga negara berhadapan dengan negara yang diwakili aparaturnya. Warga yang berhadapan dengan negara dalam masalah hukum itu berada di posisi lemah. Salah satu fungsi advokat melindungi warga dalam proses tersebut. Posisi warga negara dan aparat penegak hukum tak boleh jomplang.
“Jadi semangatnya itu lagi agar tidak jomplang antara negara dan warga negara, bukan antara institusi aparat penegak hukum. Yang paling penting begitu karena kita mau berdebat sampai kapan? Karena KUHAP sekarang ini memakan korban,” kata politisi fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) itu dalam RDPU di Komisi III DPR, Selasa (6/5/2025).
Anggota Komisi III, Bob Hasan melihat ada hal positif dalam RDPU kali ini sehingga menginspirasi Komisi III DPR dalam menyusun RUU KUHAP. Pandangan yang menyatakan advokat setara dengan aparat penegak hukum dan menjamin tersangka dari proses penahanan merupakan bentuk check and balances.
Tujuannya mencapai keadilan korektif dalam fungsi penyelidikan, penyidikan sampai penuntutan. Bob berpendapat keadilan korektif ada pada institusi kepolisian dan kejaksaan. Advokat berperan dalam check and balances.
“Kalau dari KAI sudah menyampaikan bagaimana advokat bisa menjamin penahanan terhadap kliennya, ini keadilan yang due process of law,” ujarnya.
Hak Penjaminan advokat itu menurut Bob yang juga Ketua Badan legislasi (Baleg) DPR itu selaras sistem pidana dimana penyidikan sampai penuntutan itu bukan proses penghukuman. Untuk mengawal berkas penyidikan dan penuntutan sesuai aturan yang berlaku. Kesetaraan bukan berarti setiap institusi penegak hukum duduk sama tinggi atau rendah, tapi bagaimana fungsinya. Tanpa advokat, prinsip due process of law tidak ada terwujud.
“Kalau advokat tidak ditempatkan pada posisi yang tepat ini akan sulit,” ujar Bob.
Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Komisi III DPR RI pada Selasa (6/5/2025), Ahmad Fatoni, S.H., M.H., CLA., pengacara muda sekaligus perwakilan dari Advokasi Rakyat Untuk Nusantara (ARUN), menyampaikan tujuh catatan penting terkait urgensi dan implikasi pembaruan KUHAP dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Berikut ringkasan poin-poin yang disampaikannya:
Pertama, Ahmad Fatoni menyoroti pentingnya interkoneksi antara KUHP dan RUU KUHAP. Ia menekankan bahwa sistem hukum pidana harus terpadu, sejalan dengan prinsip-prinsip baru KUHP yang bersifat korektif dan ultimum remedium. Sinkronisasi antar-institusi penegak hukum mutlak diperlukan demi kepastian hukum dan transparansi di setiap tahapan penanganan perkara.
Kedua, ia mendorong penerapan keadilan korektif di seluruh lembaga penegak hukum. Kepolisian dan Kejaksaan diminta lebih sinergis dan terbuka, dengan kesadaran sektoral yang kuat, sehingga proses hukum tak sekadar formalistik, tapi juga berpihak pada upaya pemulihan dan perlindungan bagi korban, pelaku, dan masyarakat.
Ketiga, peran hakim sebagai pelaku keadilan findikatif juga menjadi sorotan. Ahmad Fatoni mengingatkan agar hakim tidak hanya terjebak pada formalisme prosedural, melainkan aktif menggali fakta dan menjatuhkan putusan berdasarkan keadilan substantif, dengan jaminan kebebasan dan batas wewenang yang jelas.
Keempat, penguatan peran advokat sebagai pilar check and balance dalam sistem peradilan pidana dinilai sangat penting. Advokat harus diberi akses penuh terhadap dokumen perkara sejak penyelidikan dimulai, sekaligus mendapat perlindungan hukum agar tak jadi korban kriminalisasi.
Kelima, Ahmad Fatoni mendorong perluasan fungsi praperadilan sebagai mekanisme pengawasan, termasuk terhadap tindakan penyadapan, penggeledahan, penyitaan, dan tindakan paksa lain. Ia juga mengusulkan adanya batas waktu bagi hakim praperadilan dan mekanisme banding guna menjamin akuntabilitas.
Keenam, prinsip restorative justice (RJ) didukung untuk lebih diperluas. Ia menekankan agar RJ tak hanya berlaku untuk perkara anak atau kasus ringan, tapi juga untuk perkara lain yang tidak melibatkan kekerasan berat. Prosedur mediasi penal harus jelas, dengan jaminan pemulihan bagi korban dan pelaku.
Ketujuh, urgensi transparansi dalam proses ajudikasi dan pra-ajudikasi turut disampaikan. Ahmad Fatoni menilai pentingnya keterlibatan awal jaksa dan advokat dalam laporan polisi, agar ada pertimbangan objektif dan menghindari potensi kriminalisasi terhadap masyarakat.
Di akhir penyampaiannya, Ahmad Fatoni berharap agar RUU KUHAP ini dapat menghadirkan sistem peradilan pidana yang berkeadilan, transparan, dan efisien, serta memberikan perlindungan menyeluruh terhadap hak asasi manusia.(IST)
Sumber tvOne news.com