Ketika Tambang Ilegal Mengikis Hutan, Meracuni Sungai, dan Mengoyak Kehidupan di Sijunjung
Crew8 News, Sijunjung, Sumbar,- Air itu dulunya jernih, Anak-anak mandi di sana, para ibu mencuci pakaian, dan petani mengaliri sawah mereka dari sungai itu, tapi hari ini, Sungai Batang Palaluar berubah warna. Bau logam menyengat, Ikan-ikan hilang, dan kulit anak-anak melepuh, gatal, tak kunjung sembuh.
Di balik perbukitan Tanjung Ampalu, aktivitas tambang emas ilegal kembali menggeliat, padahal, baru sehari sebelumnya, tim dari Mabes Polri turun melakukan penertiban.
Tapi seperti biasa, tambang emas ilegal di Sijunjung seperti punya nyawa ganda, mati sementara, lalu bangkit kembali dengan nyali yang lebih besar.
“Kami seperti dikutuk hidup di kampung emas, tapi tak dapat apa-apa selain racun dan penyakit,” ujar Nurhayati (nama samaran) (43), warga Palaluar, sambil menunjukkan kulit anak bungsunya yang mengelupas.
Tambang emas ilegal di wilayah Sijunjung sudah bertahun-tahun berlangsung, modusnya beragam, dari penggunaan alat berat (escavator) hingga penyemprotan air bercampur merkuri untuk memisahkan emas dari tanah, tak hanya melanggar hukum, proses ini juga secara langsung meracuni ekosistem sungai dan hutan.
Investigasi media ini menemukan bahwa sedikitnya 5 titik aktif tambang ilegal kembali beroperasi di Palaluar dan Tanjung Ampalu pasca kunjungan tim Mabes Polri.
Wawancara dengan sejumlah pekerja tambang menunjukkan adanya “koordinasi” dengan oknum tertentu agar aktivitas mereka “aman” meski ilegal.
“Biasa, bang. Kalau ada bunyi ‘koordinasi’, alat jalan lagi, kita kerja saja,” kata seorang warga.
Kerusakan ekologis kini menjadi nyata, Hutan di sekitar sungai digunduli tanpa reboisasi, Tanah yang dibongkar tanpa analisa AMDAL menjadi rawan longsor, Aliran sungai yang keruh kini tak lagi bisa dimanfaatkan untuk irigasi.
Dalam tiga musim tanam terakhir, hasil panen padi dan hortikultura menurun hingga 40% di sejumlah titik sekitar DAS Palaluar.
Tanah menjadi asam, dan air irigasi membawa logam berat yang perlahan mengubah tanah subur menjadi lahan mati.
“Padi saya dulu 4 ton per hektar, Sekarang sudah mengalami penurunan hasil panen,air dari hulu itu racun sekarang,” keluh Pak Umar, petani di Tanjung Ampalu.
Dinas Kesehatan Kabupaten Sijunjung mengakui adanya lonjakan keluhan penyakit kulit dalam dua tahun terakhir di daerah sekitar tambang. Namun belum ada kajian medis menyeluruh terkait dampak jangka panjang dari paparan merkuri atau sianida yang umum digunakan dalam proses pemurnian emas.
Menurut data LSM Peduli Sungai, kadar merkuri dalam beberapa sampel air sungai Palaluar sudah melebihi ambang batas aman WHO.
“Kalau dibiarkan, bukan hanya kulit, organ dalam bisa rusak, Ini bom waktu kesehatan masyarakat,” tegas relawan medis lingkungan.
Sejumlah narasumber menyebut nama-nama beking lokal hingga dugaan keterlibatan oknum aparat dalam membekingi tambang ilegal,
Aliran emas dari tambang ilegal ini disebut mengalir ke sejumlah kota besar, difasilitasi oleh jaringan mafia tambang yang sulit disentuh hukum.
“Kucing-kucingan itu bukan tanpa skenario, Ini koordinasi luar biasa,” kata seorang mantan pejabat di lingkungan Pemkab Sijunjung.
Masyarakat Palaluar dan Tanjung Ampalu kini dihadapkan pada pilihan getir, bertahan di tanah sendiri dengan air yang tercemar, atau hengkang dari kampung halaman mereka yang kaya namun rusak, Pemerintah pusat dan daerah dituntut tak lagi bermain setengah hati. “Kalau negara kalah oleh tambang ilegal, rakyat harus lapor ke siapa?” tanya masyarakat.
(C8N)