Padri Irwandi ketua cabang SEMMI Solok: Ini bukan redistribusi, ini represi terselubung, kita sedang hidup dalam birokrasi yang dikendalikan perasaan, bukan aturan,”
Crew8 News, Solok, 14 Juli 2025 — Pemindahan sepihak terhadap tenaga honorer Non-ASN, Qorry Syuhada, semakin menyita perhatian publik, di balik alasan normatif “redistribusi pegawai”, kuat dugaan kebijakan ini merupakan bentuk balas dendam terselubung dari masa lalu, yang mengait pada lingkaran dalam kekuasaan, termasuk Ketua TP PKK Kabupaten Solok.
Qorry, ibu dua anak perempuan yang telah tercatat dalam database BKN dan menjalankan tugas tanpa catatan pelanggaran, justru dipindahkan ke lokasi yang secara logistik tak masuk akal untuk ukuran honorer, ia bukan ASN dengan fasilitas tunjangan, kendaraan dinas, atau fleksibilitas administratif.
Namun dipaksa menghadapi jarak tempuh jauh, tanpa pertimbangan kemanusiaan, dan tanpa dasar administratif formal dari pejabat berwenang.
Lebih memprihatinkan lagi, sejumlah sumber menyebut bahwa pemindahan ini bukan sekadar kebijakan kepegawaian, melainkan serangan balik akibat konflik masa lalu yang diduga melibatkan Ketua TP PKK, yang juga istri Bupati JFP di kabupaten solok.
Hubungan sosial yang tegang di masa lampau diduga menjadi “bensin” dalam praktik pemutusan sepihak ini, dilakukan secara lisan, disertai pemblokiran absensi, dan intimidasi terang terangan oleh kadis di OPD tersebut di lingkup kerja.
“Ini bukan redistribusi, ini represi terselubung, ketika kekuasaan istri pejabat bisa mengatur nasib pegawai tanpa SK, tanpa prosedur, dan dibiarkan oleh sistem, maka kita sedang hidup dalam birokrasi yang dikendalikan perasaan, bukan aturan,” , ujar Padri Irwandi Ketua cabang SEMMI kab solok
Menurut Padri, negara tidak boleh diam, KASN, Ombudsman RI, Komnas HAM, dan Kementerian PANRB wajib turun tangan tidak hanya untuk memeriksa aspek administratif, tetapi juga menelisik potensi penyalahgunaan kekuasaan non-struktural yang kini justru mengatur arah kebijakan kepegawaian di level daerah.
Qorry sendiri telah menyurati lembaga-lembaga negara tersebut. Dalam suratnya, ia menegaskan bahwa langkah ini bukan bentuk perlawanan, tapi permintaan keadilan bagi perempuan pekerja yang tengah berjuang di dua medan—keluarga dan pekerjaan.
“Jika dendam pribadi bisa menentukan nasib pegawai negeri, maka tak ada lagi yang aman dari sewenang-wenang,” tutup Padri
(C8N)
#senyuman08






