Solok – Crew 8 News,- Kasus pemindahan sepihak terhadap Qorry Syuhada, tenaga honorer non-ASN yang telah lebih dari satu dekade mengabdi di Dinas Koperindag Kabupaten Solok, memasuki babak baru.
Pemindahan yang dilakukan secara mendadak dan tanpa dasar administratif yang sah, kini diduga kuat dilatarbelakangi oleh balas dendam politik personal oleh oknum di lingkaran kekuasaan, yakni Ketua TP PKK Kabupaten Solok.
Qorry, yang telah dinyatakan lulus seleksi nasional PPPK dan terdaftar di database Badan Kepegawaian Negara (BKN), menyatakan dirinya belum menerima SK pengangkatan resmi serta belum menandatangani kontrak kerja.
Namun, alih-alih diproses untuk pengangkatan, ia justru dipindahkan ke lokasi kerja baru yang jauh dari tempat tinggalnya, dan akses e-presensi-nya diblokir secara sepihak tanpa penjelasan tertulis.
Ironisnya, pemindahan ini diduga bukan hasil pertimbangan teknis kepegawaian, melainkan berkaitan dengan konflik lama yang terjadi pada tahun 2023. Sumber internal menyebutkan bahwa TP PKK Kabupaten Solok disebut-sebut merasa tersinggung atas kejadian di masa lalu yang melibatkan Qorry, dan kini memanfaatkan posisinya untuk menekan pejabat struktural agar memindahkan yang bersangkutan.
“Ini bukan lagi soal redistribusi, tapi intimidasi yang dibungkus birokrasi.
Bahkan pejabat struktural tunduk pada instruksi TP PKK, ini preseden buruk bagi etika ASN,” ujar Andi salah satu sumber yang mengetahui dinamika internal pemkab.
Padahal, dalam sistem pemerintahan, TP PKK adalah organisasi non-struktural yang tidak memiliki kewenangan apapun dalam urusan kepegawaian.
Kewenangan mutasi, penempatan, dan pengangkatan ASN secara hukum berada di tangan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK), yakni Bupati, sebagaimana diatur dalam UU No. 20 Tahun 2023 tentang ASN.
Namun hingga berita ini diturunkan, Kepala BKPSDM Kabupaten Solok belum memberikan klarifikasi atas persoalan ini.
Awak media Crew 8 News telah mengirimkan permintaan konfirmasi resmi melalui pesan tertulis, namun belum mendapat tanggapan.
Sementara itu, laporan pengaduan telah masuk ke Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Sumatera Barat dan kini sedang dalam proses pemeriksaan.
Qorry mengaku masih menunggu Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) dari Ombudsman.
Dengan tidak adanya dasar hukum yang jelas, tindakan pemindahan dan pemblokiran absensi tersebut dinilai berpotensi melanggar prinsip meritokrasi, serta mencederai asas perlindungan terhadap pegawai honorer yang tengah menjalani proses pengangkatan sebagai ASN.
Publik kini menunggu kejelasan dari BKPSDM dan Bupati sebagai PPK, apakah akan tetap membiarkan praktik birokrasi diintervensi oleh kekuatan non-struktural, atau mengembalikan jalannya pemerintahan kepada rel aturan dan etika yang benar.
(C8N)
senyuman08