Kudu Gantiang, Padang Pariaman,Crew 8 News- Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 01 V Koto Timur, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, diguncang isu serius menyangkut dugaan pungutan liar (pungli), jual beli seragam sekolah secara ilegal, hingga keputusan tidak naik kelas terhadap 18 siswa yang dinilai tanpa dasar yang jelas.
Berdasarkan keluhan dari sejumlah orang tua murid dan warga setempat, praktik yang dilakukan oleh oknum guru berinisial K, E, M, W, dan kepala sekolah berinisial A dinilai mencoreng dunia pendidikan.
Mereka dituding melakukan penjualan seragam sekolah seharga Rp950 ribu per siswa, yang bertentangan dengan kebijakan Bupati Padang Pariaman, Dr. Jhon Kennedy Azis, SH, MH, yang telah melarang segala bentuk pungutan di sekolah.
“Sangat jelas bertentangan dengan larangan Bupati tentang pungutan dan penjualan seragam, ini bentuk perlawanan terhadap kebijakan daerah,” ujar salah satu orang tua siswa yang enggan disebutkan namanya.
Tidak hanya itu, keputusan tidak menaikkan 18 orang siswa juga menjadi sorotan.
Hingga saat ini, baik pihak sekolah maupun Dinas Pendidikan Kabupaten Padang Pariaman belum memberikan penjelasan yang transparan terkait dasar keputusan tersebut, Justru, menurut pengakuan warga dan wali murid, oknum pejabat di bidang pendidikan dinilai lebih membela pihak sekolah ketimbang mendengarkan aspirasi masyarakat.
“Kami sudah capek melihat ini, anak-anak diperlakukan tidak adil, sementara oknum yang kami laporkan malah dilindungi,” ujar salah seorang warga dalam pertemuan bersama orang tua murid.
Ironisnya, dalam salah satu pertemuan yang digelar di SMPN 01 V Koto Timur, dilaporkan bahwa seorang guru sempat melontarkan kalimat yang tidak pantas kepada siswa, dengan mengatakan,
“Agak presiden pangkek ayang ang den katoan tingga, ya tingga!”, sebuah bentuk ucapan yang dinilai merendahkan dan tidak layak keluar dari seorang tenaga pendidik.
Koordinator orang tua siswa menyebutkan bahwa pihaknya akan terus menuntut keadilan dan berharap kasus ini ditangani secara serius oleh instansi berwenang.
“Harapan kami, oknum guru dan kepala sekolah yang terlibat diproses secara hukum dan administrasi sesuai aturan negara, dunia pendidikan tak boleh dibiarkan dipenuhi praktik premanisme,” pungkasnya.
(Anas)
#senyuman08






