Dugaan Pungli di SMPN 6 Gunung Talang, Ombudsman Ingatkan Larangan Pungutan Berkedok Komite Sekolah

Crew8 News Solok – Kasus dugaan pungutan liar berkedok komite di SMPN 6 Gunung Talang, Kabupaten Solok, kembali memantik sorotan publik, pengaduan sudah di layang kan pada lembaga DPRD dan BK DPRD kabupaten Solok, saat di konfirmasi kepada ketua BK DPRD Kab Solok Sutan M Bahri,SE , pihak BK masih menunggu rapat BAMUS DPRD,

Pasalnya, pungutan yang dilakukan melalui Komite Sekolah disebut-sebut melibatkan Ketua Komite yang juga merupakan anggota DPRD Kabupaten Solok dari Komisi A, Dedi Fajar Ramli, praktik ini dinilai rawan konflik kepentingan sekaligus berpotensi melanggar aturan yang secara tegas membatasi pungutan di sekolah.

Ombudsman Republik Indonesia dalam artikelnya “Pemberantasan Pungli di Sekolah” (2018) menegaskan bahwa pungutan di satuan pendidikan dasar dibatasi ketat oleh regulasi, permendikbud No. 44 Tahun 2012 membedakan dengan jelas antara pungutan (bersifat wajib, mengikat, ditentukan sekolah) dan sumbangan (bersifat sukarela, tidak mengikat). Sementara itu, Permendikbud No. 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah secara eksplisit hanya memperbolehkan komite menggalang dana dalam bentuk sumbangan dan/atau bantuan, bukan pungutan.

“Bantuan dan/atau sumbangan yang digalang Komite Sekolah tidak boleh bersifat memaksa, mengikat, ataupun ditentukan jumlah serta waktunya oleh pihak sekolah,” tulis Ombudsman dalam artikelnya.

Di sisi lain, SMPN 6 Gunung Talang disebut melakukan pungutan yang dipungut secara wajib dari wali murid, meski sekolah sudah menerima dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang seharusnya mencakup 13 komponen biaya pendidikan, termasuk ujian, kegiatan ekstrakurikuler, hingga pembelian peralatan habis pakai.

Praktik ini semakin disorot karena posisi Ketua Komite yang dijabat oleh seorang legislator aktif DPRD Kabupaten Solok, kondisi tersebut berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, mengingat DPRD memiliki fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran pendidikan di daerah.

Ombudsman menegaskan, pungutan liar (pungli) di sekolah dapat diproses secara pidana maupun administrasi, UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi membuka ruang jeratan pidana dengan ancaman penjara 4–20 tahun bagi pelaku pungli, sementara Pasal 423 KUHP mengatur hukuman maksimal enam tahun penjara bagi pelaku pungli yang berstatus aparatur sipil negara.

Selain itu, Satgas Saber Pungli yang dibentuk melalui Perpres No. 87 Tahun 2016 memiliki kewenangan melakukan operasi tangkap tangan (OTT) atas praktik pungli, termasuk di sektor pendidikan.

Kasus SMPN 6 Gunung Talang kini dinilai sebagai momentum untuk menguji sejauh mana penegakan aturan terkait pungutan di sekolah benar-benar berjalan, jika tidak segera ditangani, praktik ini berpotensi menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap integritas penyelenggara pendidikan di Kabupaten Solok.

(C8N)

#senyuman08

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini