Oleh : Nopalion, Ketua Umum SEMMI Sumatera Barat
Crew8 News- Padang ,- Tanggal 5 Oktober 2025 menjadi momentum bersejarah bagi bangsa Indonesia. Delapan puluh tahun sudah Tentara Nasional Indonesia (TNI) berdiri tegak sebagai benteng pertahanan negara, simbol pengabdian tanpa pamrih, dan manifestasi nyata dari semangat nasionalisme sejati. Sejak awal berdirinya pada tahun 1945, TNI telah menjadi bagian tak terpisahkan dari perjalanan panjang republik ini, dari masa revolusi fisik hingga era modernisasi pertahanan.
Dalam setiap babak sejarah, TNI hadir sebagai garda terdepan menjaga keutuhan dan kedaulatan NKRI. Mereka berjuang bukan demi popularitas, bukan demi kepentingan pribadi, melainkan demi tegaknya merah putih di bumi pertiwi. Dari pertempuran mempertahankan kemerdekaan di Surabaya dan Ambarawa, hingga operasi militer menjaga integrasi wilayah di Aceh, Papua, dan perbatasan Kalimantan. TNI selalu berdiri di garis depan, siap mempertaruhkan nyawa demi rakyat dan tanah air.
Namun, di balik kebanggaan akan kekuatan dan pengorbanan itu, muncul pertanyaan reflektif yang layak kita renungkan bersama:
sudahkah negara benar-benar menyejahterakan para penjaga kedaulatan ini?
Kita sering melihat kemegahan defile pasukan, gagahnya barisan prajurit dalam parade HUT TNI, serta canggihnya alutsista yang ditampilkan. Namun di balik semua itu, masih banyak kisah nyata tentang kehidupan prajurit yang jauh dari kata sejahtera.
Masih ada anggota TNI yang tinggal di rumah dinas sederhana yang nyaris tak layak, yang berjuang memenuhi kebutuhan keluarga di tengah keterbatasan, bahkan yang menjalani masa pensiun tanpa jaminan kehidupan yang memadai.
Sementara itu, tanggung jawab dan risiko yang mereka emban begitu besar. Seorang prajurit TNI bisa saja ditugaskan di daerah terpencil, jauh dari keluarga berbulan-bulan lamanya. Mereka menghadapi bahaya di medan operasi, cuaca ekstrem, dan situasi tak menentu. Namun, semua itu dijalani dengan satu tekad: mengabdi kepada bangsa.
Kesejahteraan prajurit seharusnya menjadi prioritas negara. Sebab, bagaimana mungkin mereka bisa fokus menjaga kedaulatan bila kehidupan keluarga mereka di rumah masih penuh kekhawatiran? Pengabdian tanpa kesejahteraan adalah bentuk ketimpangan yang harus segera dibenahi. Kesejahteraan bukanlah hadiah, tetapi hak yang melekat pada setiap prajurit yang mendedikasikan hidupnya untuk negeri.
Salah satu kekuatan utama TNI adalah kedekatannya dengan rakyat. Semboyan legendaris “TNI Bersama Rakyat, TNI Kuat” bukan sekadar slogan, tetapi filosofi yang telah terbukti sepanjang sejarah.
TNI selalu hadir di tengah masyarakat:
membantu korban bencana alam, membangun jembatan di pedalaman, mengajar anak-anak di daerah terpencil, hingga mengawal distribusi logistik di wilayah perbatasan.
Peran sosial ini menunjukkan bahwa TNI bukan hanya institusi militer, tetapi juga bagian dari denyut kehidupan rakyat. Namun justru karena itu, kesejahteraan mereka seharusnya menjadi tanggung jawab moral seluruh bangsa. Tidak hanya pemerintah, tetapi juga masyarakat yang menikmati hasil pengorbanan mereka.
Memasuki usia ke-80, TNI menghadapi tantangan yang semakin kompleks. Ancaman terhadap kedaulatan negara kini tidak hanya berbentuk agresi militer, tetapi juga perang siber, disinformasi, dan ancaman non-militer lainnya. TNI dituntut untuk terus beradaptasi, memperkuat profesionalisme, dan meningkatkan kemampuan teknologi.
Namun di sisi lain, peningkatan kualitas prajurit harus diimbangi dengan peningkatan kualitas hidup mereka. Profesionalisme tanpa kesejahteraan akan pincang, dan loyalitas sejati tumbuh dari penghargaan yang tulus. Negara tidak boleh hanya menuntut pengabdian, tetapi juga wajib memberi perlindungan dan penghargaan yang layak kepada mereka yang menjadi perisai hidup bangsa.
Delapan puluh tahun adalah usia yang matang bagi sebuah institusi, ini adalah waktu untuk mengevaluasi dan meneguhkan kembali arah perjuangan. Bagi negara, ini adalah waktu untuk merenungkan: sudahkah kita membalas jasa para prajurit dengan kesejahteraan yang pantas?
Pemerintah memang telah melakukan berbagai upaya seperti peningkatan tunjangan kinerja, perbaikan fasilitas perumahan, serta penguatan jaminan pensiun. Namun, upaya tersebut masih perlu ditingkatkan dan merata, terutama bagi prajurit di daerah perbatasan dan wilayah terpencil yang menjadi benteng terluar NKRI. Mereka bukan hanya pelindung garis batas, tapi juga simbol keteguhan dan keberanian Indonesia di mata dunia.
Di usia ke-80 ini, TNI tetap menjadi kebanggaan bangsa. Keberadaannya adalah bukti bahwa semangat juang 1945 masih hidup di dada setiap prajurit. Mereka tidak pernah meminta lebih hanya ingin dihargai, diakui, dan dijamin kesejahteraannya oleh negara yang mereka lindungi dengan sepenuh hati.
Karenanya, momentum HUT ke-80 TNI hendaknya tidak hanya diisi dengan seremonial dan parade militer, tetapi juga menjadi ajang refleksi dan komitmen bersama untuk meningkatkan kesejahteraan para prajurit dan keluarganya. Karena di balik kekuatan senjata dan disiplin yang tegas, mereka juga manusia suami, istri, ayah, dan ibu yang berharap hidup layak di negeri yang mereka jaga.
Selamat Hari Ulang Tahun ke-80 Tentara Nasional Indonesia. Teruslah menjadi penjaga kedaulatan, pengayom rakyat, dan simbol kehormatan bangsa. Semoga TNI semakin profesional, kuat, modern, dan sejahtera. bersama rakyat, untuk Indonesia yang berdaulat dan bermartabat.
(C8N)
#senyuman08
 
		