Tanah Datar , Crew8 News,- Gelombang baru pariwisata berbasis budaya tengah tumbuh dari jantung Minangkabau. Kabupaten Tanah Datar, Luhak Nan Tuo, kini bersiap tampil sebagai pusat wisata budaya paling berpengaruh di Asia Tenggara. Semangat ini digerakkan oleh Indonesian Home Stay Association (IHSA) Tanah Datar, di bawah komando Mukhtar Efendi, Wakil Ketua DPC IHSA Tanah Datar, yang membawa visi untuk menjadikan setiap rumah, nagari, dan tradisi sebagai bagian dari pengalaman wisata yang berkelas dunia.
“Tanah Datar itu rumah bagi sejarah Minangkabau. Setiap nagari punya cerita, setiap rumah gadang punya makna. Inilah kekayaan yang ingin kita kemas menjadi pengalaman wisata kelas dunia,” ujar Mukhtar Efendi penuh keyakinan.
Tak mungkin bicara pariwisata Tanah Datar tanpa menyebut Rumah Gadang Istano Basa Pagaruyung , mahakarya arsitektur adat yang menjadi jantung spiritual dan historis Minangkabau. Terletak di Batusangkar, bangunan megah ini bukan sekadar replika istana kerajaan, melainkan living museum yang memancarkan filosofi adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah.
Bagi Mukhtar, Pagaruyung adalah simbol kebesaran budaya yang harus dihidupkan kembali melalui pariwisata berbasis pengalaman.
“Istano Basa Pagaruyung bukan hanya ikon foto wisata, tapi panggung edukasi budaya. Wisatawan bisa belajar bagaimana adat mengatur kehidupan, bagaimana masyarakat hidup dalam harmoni antara tradisi dan modernitas,” ungkapnya.
Rumah Gadang Pagaruyung menjadi inspirasi utama dalam konsep homestay yang dikembangkan IHSA, yakni penginapan yang tak hanya nyaman, tetapi juga merepresentasikan nilai-nilai arsitektur dan filosofi Minangkabau. Dari bentuk atap gonjong yang melambangkan dinamika hidup, hingga ukiran yang sarat pesan moral, setiap detailnya menjadi narasi budaya yang hidup.
IHSA Tanah Datar membawa pendekatan baru, menjadikan homestay sebagai jendela budaya. Wisatawan yang menginap tidak hanya tidur dan makan, tetapi ikut belajar dan hidup bersama masyarakat lokal. Mereka bisa ikut memasak rendang, menumbuk padi, menenun, atau belajar pasambahan, tradisi sambutan adat yang penuh nilai sopan santun.
“Homestay harus menjadi etalase budaya Minangkabau , tempat wisatawan tidur, tapi juga belajar tentang nilai, sopan santun, dan filosofi adat kita,” jelas Mukhtar.
Melalui konsep ini, wisatawan akan mengalami langsung bagaimana masyarakat Minangkabau menjaga keseimbangan antara adat dan kemajuan, antara modernitas dan akar tradisi.
Inilah bentuk pariwisata yang tak hanya menghibur, tapi juga mendidik, menjadikan setiap kunjungan sebagai perjalanan batin.
Selain nilai sejarah dan adatnya, Tanah Datar juga dikenal sebagai tanah tradisi yang hidup dan energik. Dua ikon budaya, Pacu Jawi dan Pacu Kuda, menjadi magnet wisata yang telah menembus pasar internasional.
Pacu Jawi, atau balapan sapi di sawah berlumpur, telah menjadi fenomena global yang diabadikan oleh fotografer dari berbagai negara. Lebih dari sekadar perlombaan, ia menggambarkan filosofi kerja keras, kebersamaan, dan kearifan lokal petani Minangkabau.
Sementara Pacu Kuda Batusangkar, yang digelar di Lapangan Bukit Gombak, menghadirkan adrenalin dan kegembiraan rakyat. Ajang ini menjadi simbol sportivitas, semangat, dan persaudaraan antar-nagari. Setiap event disambut meriah oleh ribuan penonton, sekaligus menggerakkan ekonomi lokal dari sektor kuliner hingga penginapan.
“Kita ingin Pacu Jawi, Pacu Kuda, dan kekayaan budaya lainnya terintegrasi dalam satu paket wisata terpadu — dari homestay, kuliner, hingga festival adat. Inilah wajah baru Tanah Datar yang ingin kita tampilkan ke dunia,” tegas Mukhtar.
Mukhtar memahami bahwa cita-cita besar tak bisa diraih sendirian. Karena itu, IHSA Tanah Datar menempatkan kolaborasi strategis dengan Dinas Pariwisata Kabupaten Tanah Datar sebagai fondasi utama pengembangan destinasi.
“Kita harus berjalan beriringan. IHSA menyiapkan SDM dan jaringan penginapan, sementara Dinas Pariwisata menyiapkan kebijakan, promosi, dan pembinaan. Bersama, kita bisa mengubah wajah pariwisata Tanah Datar menjadi unggulan nasional,” ujar Mukhtar.
Kepala Dinas Pariwisata Tanah Datar juga menegaskan bahwa kemitraan dengan IHSA akan memperkuat posisi daerah sebagai cultural destination.
“Homestay bukan sekadar bisnis, tapi jembatan budaya. Dengan sinergi ini, kita ingin menciptakan wisata yang berkelanjutan dan berpihak pada masyarakat nagari,” ujarnya dalam wawancara dengan Crew8 News.
Dinas Pariwisata berkomitmen untuk mendukung pelatihan pelayanan homestay, sertifikasi pengelola, dan promosi digital agar standar pariwisata Tanah Datar sejajar dengan destinasi internasional seperti Ubud (Bali) dan Chiang Mai (Thailand).
IHSA Tanah Datar kini tengah menyiapkan program experience-based tourism yang menggabungkan homestay, kuliner lokal, kerajinan tangan, seni pertunjukan, dan ritual adat. Melalui jejaring IHSA Nasional dan kerja sama lintas sektor, Tanah Datar diharapkan menjadi destinasi unggulan di kawasan ASEAN.
Mukhtar juga menyoroti potensi wisata religi dan edukasi adat yang bisa dikembangkan dari situs-situs sejarah di sekitar Pagaruyung, Balai Adat Limo Kaum, serta surau-surau tua yang menjadi pusat pembelajaran tradisional Minangkabau.
“Kita tidak sekadar menjual tempat, tapi menjual pengalaman. Wisatawan harus pulang dengan kesan, bukan hanya foto,” tutup Mukhtar.
Ke depan, IHSA Tanah Datar berencana menggelar Festival Homestay Minangkabau — ajang promosi budaya lintas nagari yang akan menampilkan atraksi adat, kuliner khas, dan tur budaya ke Rumah Gadang Pagaruyung serta destinasi ikonik lainnya. Program ini juga diharapkan menjadi wadah kreatif bagi generasi muda nagari untuk menjadi duta budaya dan pemandu wisata berkarakter Minang.
“Ketika setiap rumah menjadi tuan rumah, setiap warga menjadi duta budaya, dan setiap nagari hidup dari pariwisata, maka Tanah Datar tidak hanya dikenal di Indonesia — tapi akan menjadi magnet budaya Asia Tenggara,” pungkas Mukhtar Efendi dengan optimisme.
(C8N)
#senyuman08






