Crew8 News
Padang, 23 Oktober 2025,- Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Sumatera Barat tengah memproses laporan dugaan maladministrasi berupa penundaan berlarut oleh manajemen Bank Nagari dalam penyelesaian pembayaran Jaminan Hari Tua (JHT) milik para pensiunan bank tersebut.
Langkah ini diambil setelah sejumlah pensiunan mengadukan sikap Bank Nagari yang dianggap tidak memberi kepastian penyelesaian hak-hak pekerja, meskipun dana JHT merupakan hasil potongan gaji selama masa kerja.
Surat resmi Ombudsman bernomor T/0645/LM.14-03/0308.2025/X/2025 tertanggal 21 Oktober 2025 dan ditandatangani Kepala Perwakilan Adel Wahidi menyebutkan, pihaknya telah meminta klarifikasi langsung dari Divisi Human Capital Bank Nagari di Padang.
Dalam keterangannya, Bank Nagari menyebut telah melakukan sejumlah langkah penyelesaian, mulai dari pertemuan dengan 74 pensiunan pada 23 November 2023, mediasi di Disnakertrans Kota Padang pada Desember 2023 dan Maret 2024, hingga menghadapi gugatan di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) PN Padang.
Namun seluruh upaya itu berakhir tanpa hasil. PN Padang menolak gugatan para pensiunan dengan menyatakan tanggung jawab pembayaran JHT berada pada AJB Bumiputera 1912.
Upaya hukum selanjutnya di Mahkamah Agung (MA) juga tidak memberi harapan. Dalam putusannya tertanggal 17 Maret 2025, MA menegaskan pembayaran JHT menjadi tanggung jawab AJB Bumiputera dan menyatakan gugatan tidak dapat diterima (N.O.).
Setelah putusan tersebut, manajemen Bank Nagari mengundang 32 pensiunan pada 6 Agustus 2025, dan menyampaikan bahwa bank belum dapat membayarkan sisa JHT karena putusan MA tidak menyebutkan tanggung jawab Bank Nagari secara eksplisit.
Langkah itu memantik reaksi keras para pensiunan. Mereka menilai direksi Bank Nagari berlindung di balik putusan hukum dan melepaskan tanggung jawab moral terhadap kerja sama bank dengan AJB Bumiputera 1912, padahal hubungan kerja sama tersebut dibangun dan dikelola langsung oleh manajemen Bank Nagari.
“Kami tidak punya hubungan langsung dengan pihak asuransi. Semua pemotongan premi dilakukan melalui sistem bank, dan kami percaya karena itu bagian dari kebijakan perusahaan. Sekarang, ketika Bumiputera gagal bayar, bank justru lepas tangan,” ujar salah seorang pensiunan yang enggan disebutkan namanya.
Sumber lain di kalangan pensiunan menyebut, Bank Nagari selama ini tidak membuka data rinci dan mekanisme kerja sama asuransi secara transparan, termasuk skema pengelolaan dana premi serta alur pertanggungjawaban keuangan yang mengikat antara kedua lembaga. Kondisi ini menyebabkan para pensiunan kehilangan akses untuk memperjuangkan hak mereka langsung ke pihak asuransi.
Ombudsman RI Perwakilan Sumbar menyatakan tengah menyiapkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan memberi waktu 14 hari kerja bagi pelapor untuk memberikan tanggapan sebelum laporan final diterbitkan. Ombudsman menegaskan, setiap bentuk keterlambatan yang berlarut tanpa dasar yang jelas dapat dikategorikan sebagai maladministrasi layanan publik.
Sementara itu, pengamat kebijakan publik menilai kasus ini menjadi preseden penting bagi pengawasan terhadap BUMD daerah. Sebagai lembaga keuangan milik pemerintah provinsi Sumatera Barat, Bank Nagari seharusnya menunjukkan tanggung jawab sosial dan transparansi korporasi yang lebih kuat terhadap karyawannya sendiri.
“Tidak cukup berpegang pada amar putusan. Sebagai BUMD, Bank Nagari punya tanggung jawab moral dan sosial terhadap kesejahteraan pegawai, bahkan setelah mereka pensiun. Ini soal integritas institusi publik,” kata salah satu pengamat yang dihubungi Crew8 News.
Kasus ini kini menjadi sorotan luas, bukan hanya karena menyangkut hak pekerja, tetapi juga karena menunjukkan celah pengawasan BUMD di sektor keuangan daerah. Keputusan direksi untuk tidak mengambil langkah proaktif memperjuangkan hak pensiunan dinilai telah mencederai kepercayaan publik dan nilai-nilai etika pelayanan di tubuh Bank Nagari.
Kasus JHT ini kini merembet ke ranah politik daerah. Sejumlah kalangan mendorong Komisi III DPRD Provinsi Sumatera Barat, yang membidangi keuangan, perekonomian, dan BUMD, untuk memanggil Direksi PT Bank Nagari dan Pemerintah Provinsi Sumbar selaku pemegang saham pengendali.
Dorongan ini muncul karena Bank Nagari merupakan BUMD milik Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, sehingga segala kebijakan dan dampaknya terhadap publik harus tetap dalam pengawasan DPRD.
Selain menyoal tanggung jawab hukum, banyak pihak menilai masalah ini juga mencerminkan krisis etika dan kelemahan pengawasan terhadap manajemen risiko kerja sama asuransi di tubuh BUMD.
“Komisi III DPRD punya kewenangan memanggil direksi dan pemegang saham untuk meminta penjelasan terbuka. Ini soal akuntabilitas lembaga keuangan daerah yang menggunakan nama dan kepercayaan publik,” ujar seorang pengamat kebijakan publik di Padang.
Langkah pemanggilan ini dianggap penting untuk menegaskan fungsi pengawasan DPRD terhadap BUMD strategis, sekaligus memastikan Pemprov Sumbar tidak menutup mata terhadap sengketa yang menyangkut hak-hak mantan karyawan Bank Nagari.
Para pensiunan berharap DPRD dapat memediasi antara Bank Nagari, AJB Bumiputera, dan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat agar tercapai solusi konkret yang mengikat, bukan hanya pembelaan hukum yang berputar di meja birokrasi.
“Kami bukan mencari sensasi, kami hanya menuntut hak yang sudah jelas dipotong dari gaji kami. Kalau pemerintah provinsi diam, ke mana lagi kami berharap?” ujar salah seorang pensiunan lainnya dengan nada getir.
(C8N)
#senyuman08






