Askrida–Jamkrida Diistimewakan, Dana Pensiunan di Bumiputera Terlantar: Ketimpangan Kebijakan Bank Nagari Disorot

Crew8 News

Padang,- Kebijakan internal PT Bank Nagari kembali menuai sorotan publik. Di satu sisi, dua perusahaan asuransi pelat merah daerah, Askrida (Asuransi Kerugian Daerah) dan Jamkrida (Jaminan Kredit Daerah), disebut mendapat perlakuan istimewa dalam kerja sama penjaminan kredit, dengan premi mencapai hingga 7 persen, sementara di sisi lain, tabungan Jaminan Hari Tua (JHT) milik pensiunan Bank Nagari yang ditempatkan di AJB Bumiputera 1912 justru tak kunjung dipertanggungjawabkan.

Kebijakan yang kontras ini dinilai menunjukkan ketimpangan moral dan tata kelola keuangan di tubuh Bank Nagari, di mana kepentingan bisnis eksternal justru lebih diutamakan dibanding tanggung jawab sosial terhadap pegawai sendiri.

Sumber internal Bank Nagari menyebut, hampir seluruh produk kredit, baik komersial maupun konsumtif, diwajibkan menggunakan layanan penjaminan Askrida dan Jamkrida.
Skema ini awalnya dimaksudkan untuk memperkuat sinergi antar-BUMD, namun kini berubah menjadi beban berat bagi nasabah karena premi asuransi dan penjaminan mencapai angka tidak wajar.

“Askrida dan Jamkrida seperti anak emas. Tak ada persaingan terbuka untuk menentukan rekanan terbaik. Semua diarahkan ke dua perusahaan itu,” ungkap seorang pejabat cabang Bank Nagari yang enggan disebut namanya.

Akibatnya, banyak calon debitur mengeluh biaya tambahan kredit menjadi tinggi, sementara realisasi target penyaluran kredit melambat. Situasi ini turut menekan laba bersih dan menurunkan kinerja bank secara keseluruhan.

Berbanding terbalik dengan perlakuan terhadap Askrida–Jamkrida, para pensiunan Bank Nagari justru dibiarkan menunggu pencairan tabungan JHT mereka yang ditempatkan di AJB Bumiputera 1912.
Sebagian besar dana tersebut belum dikembalikan kepada pemiliknya sejak beberapa tahun terakhir, meski sudah menjadi hak hukum para pensiunan.

Sejumlah sumber menyebut, manajemen Bank Nagari tidak menunjukkan itikad kuat untuk menagih atau memperjuangkan dana tersebut.

“Kalau kepada mitra bisnis seperti Askrida dan Jamkrida bisa penuh dukungan, kenapa ketika menyangkut hak pegawai malah diam?” kata seorang mantan pegawai Bank Nagari.

Kasus ini menjadi simbol ketidakadilan struktural, di mana orientasi manajemen lebih condong ke relasi bisnis daripada tanggung jawab sosial.

Kalangan pengamat menilai, kebijakan Bank Nagari yang memberi keistimewaan kepada dua perusahaan asuransi daerah sambil membiarkan hak pegawainya tersendat, menandakan adanya konflik kepentingan dan penurunan etika korporasi.

“Kita melihat adanya pola yang tidak sehat. Mitra yang punya kedekatan politik diberi prioritas, sementara kewajiban kepada pensiunan justru dikesampingkan,” ujar nya lagi.

Ia menambahkan, persoalan ini bukan sekadar soal bisnis, melainkan cermin lemahnya tanggung jawab moral dan manajerial di tubuh Bank Nagari.

Kritik juga mengarah kepada DPRD Sumbar dan Pemerintah Provinsi selaku pemegang saham pengendali yang dinilai abai terhadap ketimpangan ini.

“Komisi III DPRD Sumbar seharusnya menanyakan mengapa Askrida dan Jamkrida begitu diistimewakan, sementara masalah dana pensiun di Bumiputera dibiarkan. Ini bukan sekadar pengawasan finansial, tapi pengawasan moral,”

Kebijakan Bank Nagari yang “mengistimewakan” rekanan asuransi daerah, sementara mengabaikan hak pensiunan sendiri, menjadi potret tata kelola yang pincang dan sarat kepentingan politik.
Kinerja keuangan yang melemah, kredit yang melambat, serta tunggakan JHT yang belum terselesaikan memperlihatkan bahwa masalah Bank Nagari bukan semata ekonomi, melainkan moral dan integritas kepemimpinan.

Tanpa evaluasi menyeluruh dan keberanian politik dari pemegang saham pengendali, Bank Nagari berisiko menjadi contoh klasik BUMD yang sukses melayani kepentingan kekuasaan, tapi gagal menunaikan tanggung jawab sosialnya.

(C8N)

#senyuman08

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini