Adi Gunawan Tegas Membantah: “Saya Tidak Homo!”
Crew8 News
Dharmasraya,- Viralnya sebuah video di media sosial yang disebut-sebut menampilkan adegan tak pantas dan dikaitkan dengan mantan Bupati Dharmasraya, Adi Gunawan, menimbulkan kehebohan luas di masyarakat. Video berdurasi pendek yang beredar tanpa sumber jelas itu diduga menjadi alat framing untuk menggiring opini publik dengan narasi dugaan perilaku menyimpang (LGBT).
Merespons isu tersebut, Adi Gunawan dengan tegas membantah tudingan itu.
“Saya tidak homo! Video itu fitnah yang sangat keji,” tegasnya.
Menurutnya, video itu adalah serangan terhadap kehormatan dan marwah keluarganya, yang disebar untuk tujuan tertentu. Ia menilai penyebaran fitnah seperti itu adalah bentuk kejahatan moral dan politik yang harus dilawan dengan hukum dan akal sehat.
Publik pun dibuat bingung dengan alur cerita yang dibangun dalam narasi video tersebut. Baru kali ini masyarakat mendengar kisah “pasangan homo sampai berteriak karena ancaman perkosaan”, sesuatu yang terasa janggal bahkan tidak masuk akal dari sisi budaya Minangkabau yang menempatkan kehormatan sebagai harga diri tertinggi.
Seorang warga Dharmasraya, NZ, menilai framing yang beredar terlalu dipaksakan.
“Aneh saja, masa ada yang katanya homo tapi malah berteriak dan dikejar massa. Homo ras apa yang seperti ini? Biasanya penyimpangan orientasi begitu kan cenderung sembunyi-sembunyi, bukan teriak-teriak. Malahan banyak kejadian penggerebekan pesta sesama jenis, rame-rame sampai puluhan orang, ndak ada yang berteriak tuh!”
“Logika publik saja sudah cukup menertawakan narasi ini,” ujarnya sambil berseloroh.
Ungkapan bernada satire ini menggambarkan keraguan publik terhadap keaslian dan motif di balik penyebaran video tersebut. Banyak yang menilai kasus ini terkesan direkayasa untuk menciptakan sensasi, bukan fakta.
Terlepas dari benar atau salahnya tudingan yang beredar, masyarakat diminta tidak terburu-buru menelan isu tanpa pembuktian hukum. Isu yang menyangkut kehormatan seseorang, terlebih tokoh publik, harus diperlakukan dengan hati-hati dan proporsional.
Pengamat komunikasi publik menilai, fitnah digital sering menjadi alat ampuh untuk mendegradasi popularitas atau menjatuhkan citra tokoh menjelang momentum politik.
“Kehormatan adalah aset paling mahal seorang pemimpin. Sekali tercoreng, dampaknya bisa lebih parah dari korupsi,” ujarnya.
Dalam konteks itu, masyarakat perlu bijak dan sadar bahwa politik digital hari ini sering memakai moralitas sebagai senjata, bukan sebagai nilai yang sungguh dijaga.
Kasus viral ini menjadi pengingat keras bagi publik dan media, bahwa kebenaran tidak selalu lahir dari apa yang tampak di layar ponsel.
Kehormatan seseorang bukan mainan algoritma, dan moralitas publik tidak boleh dijadikan senjata untuk menghancurkan reputasi tanpa dasar.
“Mari berpikir waras. Kalau isu seperti ini bisa menjatuhkan siapa saja, besok yang jadi korban bisa siapa pun di antara kita,” tutup NZ dengan nada setengah serius, setengah berseloroh.
(C8N)
#senyuman08






