Crew8 News
Dharmasraya,- Suasana politik di Kabupaten Dharmasraya mendadak memanas setelah beredarnya sebuah video pendek yang viral di berbagai platform media sosial, menampilkan seorang pria yang disebut-sebut sebagai Ketua DPD Partai Golkar Dharmasraya, Adi Gunawan (AG).
Video itu dengan cepat menyebar di berbagai grup WhatsApp, Facebook, dan TikTok, disertai narasi liar yang mengaitkan AG dengan perbuatan tidak senonoh sesama jenis di sebuah penginapan di Padang.
Namun pada Kamis (30/10/2025), Adi Gunawan akhirnya memecah kesunyian. Dalam keterangan resmi yang diterima Crew8 News, ia mengakui bahwa pria dalam video tersebut memang dirinya, tetapi bukan dalam konteks seperti yang digoreng publik.
“Benar, itu saya. Tapi semua narasi yang disebarkan adalah kebohongan besar. Saya korban framing dan fitnah yang sangat keji,” tegasnya dengan nada tenang.
Adi menjelaskan, kejadian tersebut bermula dari pertemuannya dengan seseorang yang sudah dikenalnya di salah satu kedai kopi. Namun belakangan, situasi itu dimanfaatkan untuk membangun narasi palsu dan menjatuhkan reputasinya.
Ia menyebut ada pihak tertentu yang sengaja memotong konteks dan menyebarkan video tanpa izin, lengkap dengan tambahan narasi yang seolah-olah menunjukkan perbuatan amoral.
“Saya tidak pernah melakukan hal seperti yang dituduhkan. Mereka memelintir fakta dan menjadikan potongan gambar itu alat propaganda. Ini bukan serangan terhadap pribadi Adi Gunawan saja, tapi terhadap kehormatan saya, keluarga, dan marwah politik yang saya pegang,” ujarnya.
Menurutnya, praktik framing digital seperti ini adalah bentuk baru dari pembunuhan karakter politik yang sudah sering menimpa tokoh-tokoh publik di era media sosial tanpa etika.
Adi Gunawan menegaskan bahwa ia dan tim hukumnya tengah menyiapkan langkah hukum konkret untuk menindak tegas para penyebar video dan akun-akun yang terlibat dalam penyebaran berita bohong tersebut.
Ia menyebut kasus ini akan menjadi momentum penting untuk membuktikan bahwa ruang digital tidak boleh dijadikan tempat bebas untuk mencemarkan nama baik orang lain.
“Kami akan proses secara hukum. Ini bukan hanya soal saya, tapi soal perlindungan martabat publik. Tidak boleh ada yang berlindung di balik akun palsu untuk menghancurkan reputasi seseorang,” tegasnya.
Meski badai isu masih bergulir, Adi mengaku tidak akan terpengaruh secara psikologis maupun politik. Ia menegaskan tetap fokus menjalankan tugasnya sebagai Ketua DPD Partai Golkar Dharmasraya dan melayani masyarakat seperti biasa.
“Saya tidak akan berhenti bekerja untuk masyarakat. Saya percaya, fitnah tidak akan bertahan lama. Kebenaran akan muncul pada waktunya,” ujarnya dengan penuh keyakinan.
Ia juga mengimbau agar masyarakat tidak mudah mempercayai konten potongan tanpa konteks, terutama di era media sosial yang sangat cepat membentuk opini publik tanpa verifikasi.
“Jangan biarkan ruang digital kita dikotori oleh hoaks dan fitnah. Saya percaya masyarakat Dharmasraya cukup bijak untuk menilai mana yang benar dan mana yang direkayasa,” tambahnya.
Pengamat komunikasi politik di Sumatera Barat menilai kasus yang menimpa Adi Gunawan ini mencerminkan kerapuhan etika publik di ruang digital.
Menurut mereka, banyak figur publik dijadikan sasaran serangan personal karena kepentingan politik atau persaingan internal, dengan menggunakan teknologi dan media sosial sebagai alat framing.
“Video seperti ini seringkali bukan lagi soal moralitas, tapi alat politik untuk mengaburkan prestasi dan peran seseorang. Publik harus cerdas memilah,” ujar salah satu pengamat yang enggan disebutkan namanya.
Di tengah badai isu, Adi Gunawan tetap tampil lugas, tidak melarikan diri dari publik. Ia menyampaikan klarifikasi secara terbuka, menunjukkan sikap seorang pemimpin yang tidak bersembunyi di balik diam.
Baginya, kehormatan seorang pemimpin justru diuji ketika menghadapi fitnah, bukan ketika dielu-elukan.
“Saya sudah melewati banyak cobaan dalam karier politik. Tapi yang satu ini paling menyakitkan, karena menyerang moral dan keluarga. Namun saya percaya, rakyat Dharmasraya tahu siapa saya dan bagaimana saya bekerja,” tutupnya dengan nada tegas.
Fenomena fitnah digital yang menimpa tokoh publik bukan sekadar isu personal. Ia menjadi cermin betapa lemahnya literasi publik dan etika berpolitik di ruang maya. Saat tuduhan bisa diproduksi semudah upload video, kehormatan manusia sering kali dikorbankan demi sensasi.
Kasus Adi Gunawan menjadi pengingat bahwa di tengah keriuhan informasi, akal sehat dan verifikasi adalah benteng terakhir melawan kebohongan.
(C8N)
#senyuman08






