Jejak perlindungan atau pengabaian sistemik?
Crew8 News, Padang – Laporan sudah masuk,:dugaan sudah menyebar, tapi diam tetap menyelimuti.
Gubernur Mahyeldi, yang selama ini vokal soal etika birokrasi, tak bersuara, Kejaksaan Tinggi Sumbar, yang memiliki kewenangan menindak lanjuti laporan masyarakat, juga memilih bungkam, kini, pertanyaan yang mulai mengeras di tengah publik, ada siapa di balik pembiaran ini?
“Jangan-jangan ini bukan soal tidak tahu, tapi memang tidak mau tahu, Kalau benar begitu, kita sedang menyaksikan praktik pembiaran yang difasilitasi oleh kekuasaan,” ucap sumber internal Dinas Pertanian yang lain.
Beberapa kalangan menyebut, ada potensi “jaringan pelindung” di lingkaran kekuasaan yang membuat laporan ini jalan di tempat.
Motifnya bisa politis, bisa pula administratif, menjaga stabilitas jelang perubahan struktur jabatan, atau menyelamatkan loyalis.
“Kalau benar Kadis ini sakti, berarti ada kekuatan besar di belakangnya,” kata seorang aktivis antikorupsi Sumbar.
“Tapi kalau ini semua dibiarkan tanpa proses, maka kita bukan lagi bicara soal pelanggaran seorang pejabat, Kita bicara tentang matinya sistem pengawasan internal.”
Ironisnya, ASN yang mencoba bicara justru merasa was-was, tak satu pun dari pelapor yang berani membuka identitas secara publik, Mereka takut dimutasi, disingkirkan, atau bahkan dilabeli pembangkang.
Lantas, siapa yang sebenarnya sedang dilindungi? Kadis yang dilaporkan? Gubernur yang enggan bersuara? Atau sistem pemerintahan yang rapuh tapi dibungkus dalam retorika bersih dan transparan?
Sementara itu, waktu terus berjalan, diam tetap dijaga, tapi bisik-bisik mulai menjelma menjadi desakan publik yang tak terbendung.
“Jika pejabat yang dilaporkan bisa kebal dari proses, lalu apa bedanya antara hukum dan kekuasaan?
“Kalau tidak angin mustahil daun bergoyang”
(C8N)
#sumatera barat #gubernur #mahyeldi #kejati Sumbar #kejagung RI
