Ketika laporan resmi menjadi kertas tanpa suara
Crew8 News, Padang – Laporan dugaan penyimpangan Kepala Dinas Pertanian Sumbar, Febrina Triussila Putri, bukan laporan abal-abal. Surat bernomor 01 itu memuat struktur yang rapi, sistematis, dan terperinci. Disusun oleh pihak internal, menggunakan bahasa birokrasi yang formal, dan ditujukan ke institusi penegak hukum tertinggi di wilayah, Kejaksaan Tinggi Sumbar.
Namun, sejak dikirim 16 April 2025, laporan itu seperti tenggelam di ruang hampa, Tak ada balasan, tak ada pemanggilan, tak ada klarifikasi.
Padahal, isi laporan menyentuh hal-hal fundamental dalam tata kelola pemerintahan, kedisiplinan pejabat, pengadaan barang, pemotongan hak ASN, hingga penyalahgunaan fasilitas negara.
14 poin dalam laporan itu bukan isapan jempol, Mereka menyebut nama, nilai, dan tindakan, salah satunya, pemotongan Tunjangan Daerah ASN tanpa dasar hukum.
Lalu pemungutan dana koperasi Rp15.000–20.000 per pegawai tanpa mekanisme resmi.
Bahkan penggunaan kendaraan dinas untuk suami pejabat hingga kecelakaan, yang bukan hanya soal etika, tapi potensi pelanggaran hukum administratif dan pidana.
“Ini laporan tertulis, bukan sekadar surat kaleng, harusnya tidak bisa diabaikan begitu saja,” ujar seorang ASN senior di Pemprov Sumbar yang mengikuti perkembangan dari dekat.
Lebih lanjut, disebutkan pula bahwa pengadaan seragam dinas dilakukan oleh pihak yang tidak memiliki unit usaha resmi, dan proyek tersebut tidak melalui proses pengadaan yang terbuka.
“Kalau di tempat lain hal ini bisa jadi pintu masuk audit investigasi. Tapi di sini? Seolah tak pernah terjadi apa-apa,” tambah sumber itu.
Ketiadaan respon dari Kejati dan Gubernur membuat satu pertanyaan besar bergema: jika dokumen internal resmi pun diabaikan, maka sistem pengaduan itu disusun untuk apa?
(Doncret)
#kejagung RI #pemprov Sumbar #Kejati Sumbar #dinas pertanian sumbar