Crew8 News, Kabupaten Solok,- Dugaan korupsi berjamaah senilai lebih dari Rp1,6 miliar dalam proyek swakelola pemeliharaan jalan Tahun Anggaran 2023 di Dinas PUPR Kabupaten Solok mulai menyeret perhatian publik dan elite legislatif daerah.
Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Solok, Ismael Koto, S.H., akhirnya buka suara, namun pengakuannya justru memunculkan pertanyaan baru soal fungsi pengawasan DPRD.
“Saya kaget dan baru tahu dari pemberitaan CupakNews,” ujar Ismael saat ditemui tim investigasi di kediamannya, Senin (9/6/2025), di Nagari Saniangbaka.
Ismael, yang juga Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Solok, menegaskan bahwa Komisi III DPRD belum pernah menerima laporan ataupun paparan resmi dari Dinas PUPR terkait proyek senilai miliaran rupiah tersebut, Bahkan, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari BPK, menurutnya, belum sampai ke meja komisinya.
“Biasanya LHP itu dipegang sekretariat. Kami belum melihat secara utuh,” katanya.
Ismael mengaku prihatin, dan menyatakan pihaknya akan memanggil Dinas PUPR dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) khusus, Namun pernyataan ini, bagi sebagian kalangan, justru mempertegas adanya pembiaran dan lemahnya fungsi kontrol legislatif.
Sementara itu, fakta di lapangan lebih memprihatinkan, Berdasarkan temuan audit, dana swakelola lebih dari Rp1,6 miliar, yang seharusnya digunakan untuk pekerjaan pemeliharaan jalan seperti pemotongan rumput dan semak, justru dialihkan ke empat pihak perantara tanpa kontrak resmi.
Tiga pelaksana lapangan resmi (RY, SM, dan RA) menyerahkan proyek tersebut kepada M (pengawas aktif PUPR), BI (pensiunan PUPR), serta S dan AT (kepala pekerja), dengan proses pencairan yang tidak transparan dan tak dapat diverifikasi sepenuhnya.
Sebanyak Rp800 juta lebih dinyatakan tidak sesuai kondisi riil, dan sekitar Rp794 juta lainnya bahkan tak dapat diyakini kewajarannya, buruh lapangan pun mengaku tidak tahu siapa pemberi upah mereka, sementara beberapa kuitansi dicurigai fiktif.
Dikonfirmasi terpisah, IW, Kabid Bina Marga Dinas PUPR Kabupaten Solok, hanya menjawab singkat, “Responnya sudah ada di BPK dan Inspektorat,” tanpa menyertakan penjelasan teknis atau tanggung jawab kelembagaan.
Lebih ironis lagi, hingga berita ini ditayangkan, Kepala Dinas PUPR belum memberikan klarifikasi, meskipun telah dikonfirmasi secara resmi melalui pesan WhatsApp oleh tim redaksi.
Sikap bungkam dan jawaban normatif dari jajaran Dinas PUPR kian memperkuat dugaan adanya upaya menutupi skandal ini, di sisi lain, pengakuan DPRD yang “tidak tahu-menahu” terhadap proyek bernilai miliaran rupiah menimbulkan pertanyaan besar tentang efektivitas pengawasan anggaran di Kabupaten Solok selama ini.
Kasus ini bukan sekadar soal teknis pengelolaan dana swakelola, tetapi ujian besar bagi integritas birokrasi dan keberanian legislatif untuk bertindak. DPRD kini ditantang, hanya akan jadi penonton, atau benar-benar menjadi wakil rakyat?(Rinal Dimas)