Crew8 News.
Padang,- Kinerja PT Bank Nagari kembali menjadi sorotan. Setelah menghadapi kasus fraud di sejumlah cabang, kenaikan rasio kredit bermasalah (NPL), penurunan laba, dan kegagalan membayar JHT pensiunan, kini muncul dugaan baru bahwa penetapan biaya asuransi hingga 7 persen oleh Askrida dan Jamkrida turut membebani penyaluran kredit dan menekan daya saing bank daerah tersebut.
Di tengah berbagai persoalan itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional Sumatera Barat, di bawah pimpinan Kepala OJK Roni Nazra, memanggil jajaran direksi Bank Nagari dalam rapat evaluasi Rencana Bisnis Bank (RBB) Triwulan III Tahun 2025, untuk meminta klarifikasi terkait deviasi kinerja dan tata kelola manajemen.
Pemanggilan direksi tertuang dalam Surat OJK Nomor SR-333/KD.153/2025 tertanggal 22 Oktober 2025, yang menugaskan manajemen menjelaskan realisasi RBB, kualitas aset, serta kebijakan kredit dan risiko.
“Kinerja Bank Nagari sampai dengan Triwulan III 2025 masih baik dengan rasio NPL yang terjaga. Meskipun ada penurunan pada pertumbuhan kredit dan dana pihak ketiga, hal itu masih dalam koridor normal mengingat situasi ekonomi saat ini,” ujar Roni Nazra, Kepala OJK Sumbar, kepada Crew8 News.
“Namun kami tetap mengingatkan direksi untuk memperkuat pengawasan internal dan memastikan kebijakan bisnis bebas dari intervensi non-bisnis,” tambahnya.
Praktik penetapan premi asuransi hingga 7 persen untuk pinjaman yang dijaminkan melalui Askrida dan Jamkrida diduga menjadi beban tambahan bagi debitur.
Sumber internal menyebut, kebijakan ini menurunkan minat nasabah dan menghambat pertumbuhan kredit mikro dan konsumtif, padahal sektor tersebut menjadi penopang utama RBB.
“Biaya penjaminan dan asuransi yang terlalu tinggi membuat margin kredit semakin sempit dan kemampuan bayar nasabah menurun,” ujar seorang pejabat Bank Nagari yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Kalangan ekonom menilai, campur tangan eksternal dalam penetapan rekanan asuransi dan struktur biaya menunjukkan lemahnya independensi manajemen.
Mereka menekankan bahwa kebijakan keuangan seharusnya berbasis pada perhitungan risiko dan efisiensi bisnis, bukan kompromi terhadap tekanan politik atau kepentingan tertentu.
Selain beban asuransi dan kenaikan NPL, Bank Nagari juga tengah disorot karena belum membayar Jaminan Hari Tua (JHT) bagi sejumlah pensiunan.
Kasus ini kini dalam pengawasan Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Barat berdasarkan surat Nomor T/0645/LM.14-03/0308.2025/X/2025, yang menilai adanya indikasi maladministrasi dan penundaan berlarut.
“Jika hak pegawai sendiri belum terselesaikan, publik tentu meragukan komitmen tata kelola bank daerah,” ujar Z N, pengamat kebijakan publik Sumbar.
Kasus JHT menjadi sinyal bahwa masalah Bank Nagari tidak hanya terjadi di sisi bisnis, tetapi juga dalam manajemen sumber daya manusia dan integritas pengelolaan dana.
Sejumlah pengamat menilai Komisi III DPRD Sumbar kurang menjalankan fungsi kontrol terhadap BUMD strategis tersebut.
“Komisi III seharusnya proaktif memanggil direksi sejak awal. Tidak perlu menunggu OJK dan Ombudsman turun tangan,” kata Z N lagi.
Menurutnya, lemahnya pengawasan politik telah membuka ruang intervensi terhadap manajemen bank, yang pada akhirnya berdampak pada performa keuangan dan kepercayaan publik.
Kepala OJK Sumbar Roni Nazra menegaskan bahwa lembaganya akan terus memantau langkah perbaikan Bank Nagari, dalam segala aspek.
“Kami ingin memastikan seluruh kebijakan manajemen berjalan sesuai prinsip tata kelola yang baik dan kompetitif. Tidak boleh ada biaya yang membebani nasabah di luar ketentuan wajar,” ujarnya.
OJK akan melanjutkan evaluasi hingga Triwulan IV 2025 dan menilai komitmen direksi dalam memperbaiki efisiensi, transparansi, serta penyelesaian kewajiban pensiunan.
Kinerja Bank Nagari mungkin masih tergolong stabil secara teknis, namun gejala intervensi politik, beban asuransi tinggi, fraud, dan penundaan pembayaran JHT memperlihatkan perlunya reformasi manajemen mendasar.
Langkah OJK Sumbar di bawah kepemimpinan Roni Nazra memanggil direksi untuk evaluasi RBB menjadi sinyal bahwa regulator tidak lagi mentolerir praktik-praktik non-profesional yang menekan kinerja bank daerah.
Tanpa pembenahan menyeluruh dan pengawasan efektif dari DPRD Sumbar, kepercayaan publik terhadap Bank Nagari terancam terkikis oleh kekuasaan yang terlalu dalam menembus ruang ekonomi.
(C8N)
#senyuman08






