EDITORIAL REDAKSI
Di Jakarta, Presiden Prabowo Subianto bicara lantang soal komitmen negara memberi BPJS, Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk seluruh pelajar Indonesia, dan program wajib belajar 9 Tahun dan Gratis belum di cabut sampai saat ini, sebuah langkah revolusioner yang menempatkan pendidikan sebagai tanggung jawab negara, bukan beban orang tua.
Tapi di Kabupaten Solok, kenyataan itu seolah hanya siaran dari dunia lain.
Alih-alih menjalankan semangat yang sama, sejumlah sekolah justru asyik memungut iuran atas nama musyawarah komite, para kepala sekolah dan pengurus komite seperti tak tersentuh, padahal modusnya kian vulgar, daftar ulang, uang pembangunan, hingga “infak sukarela yang diwajibkan”serta belanja pakaian seragam dll
Dan yang lebih memalukan, praktik ini justru disahkan oleh kehadiran anggota DPRD aktif dari Komisi A sebagai ketua komite sekolah.
Padahal, Komisi A sejatinya bertugas mengawasi jalannya pemerintahan dan memastikan etika publik ditegakkan, tapi ketika pengawasan berubah menjadi keterlibatan langsung, di sinilah urat malu birokrasi benar-benar putus.
Apakah ini bentuk kegagalan regulasi? Atau pembiaran sistemik atas praktik pungli yang berkedok musyawarah?
Apapun jawabannya, kita sedang menyaksikan degradasi etika dalam pemerintahan daerah.
Ketika wakil rakyat bisa duduk di dua kaki, mengatur anggaran sekaligus menjadi penerima manfaatnya, maka konflik kepentingan bukan sekadar tuduhan, tapi kenyataan.
Pihak Dinas Pendidikan Kabupaten Solok memang berjanji akan mengeluarkan surat edaran untuk menertibkan keanggotaan komite sekolah, tapi edaran bukan solusi bila tak disertai sanksi, dan niat baik akan tetap jadi angin lalu bila DPRD sendiri tidak bersih dari konflik kepentingan.
Di tengah jargon reformasi birokrasi dan semangat MBG dari pusat, publik Kabupaten Solok justru dijejali dua kenyataan:
1. Negara memberi makan gratis.
2. Sekolah memungut biaya berkedok musyawarah.
Beginilah jika pendidikan dikelola seperti ladang proyek, bukan sebagai hak anak bangsa, dan bila DPRD hanya diam, bahkan ikut bermain, maka siapa lagi yang bisa diandalkan?
Sudah saatnya Komisi A introspeksi, mereka dipilih rakyat, bukan untuk mengatur uang rakyat demi kepentingan pribadi.
(C8N)
#senyuman08