Janji JFP-Candra Hapus Intimidasi, Kini Diuji oleh Kasus Mutasi Honorer dan Peran Sang Istri

Opini Redaksi – Crew 8 News

Saat panggung debat Pilkada Kabupaten Solok 2024 berlangsung di TVRI Padang, pasangan calon nomor urut 3, Jon Firman Pandu (JFP) dan Candra, tampil dengan narasi tajam, menolak praktik intimidasi dan intervensi kekuasaan seperti yang mereka tuding terjadi pada masa pemerintahan sebelumnya.

Sorotan mereka terhadap kepemimpinan Epyardi Asda kala itu mengundang tepuk tangan publik.

Masyarakat menginginkan perubahan, mereka menaruh harapan bahwa kekuasaan ke depan tidak lagi menjadi alat penindasan, apalagi balas dendam.

Namun kini, belum setahun berlalu sejak pasangan ini memegang tampuk kekuasaan, publik mulai bertanya, di mana wujud dari janji itu?

Kasus pemindahan sepihak terhadap Qorry Syuhada, seorang honorer non-ASN yang telah mengabdi lebih dari satu dekade di Dinas Koperindag Kabupaten Solok, menjadi sinyal kuat bahwa praktik intimidasi belum benar-benar hilang.

Qorry, yang diketahui sedang menanti hasil seleksi PPPK dan telah terdaftar di database BKN, justru dimutasi secara tidak wajar dan administrasi kepegawaiannya dibekukan,dengan dugaan kuat karena dendam masa lalu oleh oknum yang memiliki kedekatan dengan kekuasaan, istri Bupati Solok sendiri.

Lebih dari itu, publik juga mulai menyorot peran ganda sang istri bupati, yang menjabat Kepala Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan (Kabag Prokomp) sekaligus Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) serta ketua TP PKK.

Dalam konstruksi pemerintahan yang sehat, posisi strategis semacam PROKOMP seharusnya dihindari untuk menghindari konflik kepentingan dan pengkonsentrasian kekuasaan pada lingkar keluarga.

Apa bedanya dengan rezim yang dulu mereka kritik?

Inilah momen yang seharusnya menjadi cermin bagi pasangan JFP-Candra.

Sebab kekuasaan, tanpa komitmen pada etika dan keadilan, akan selalu jatuh pada jebakan yang sama, merasa berhak mengatur segalanya, termasuk nasib rakyat kecil yang tak punya suara di istana pemerintahan.

Janji memang mudah diucapkan di panggung debat, tetapi komitmen diuji saat kekuasaan itu benar-benar digenggam.

Dan hari ini, publik sedang menyaksikan ujian itu, akankah janji-janji politik tinggal jadi slogan kosong?

Banyak Tokoh menyerukan pembenahan, bukan sekadar klarifikasi, tapi tindakan nyata, pemulihan hak pegawai yang terzalimi, pengembalian prinsip meritokrasi, serta pembatasan jabatan strategis oleh keluarga kepala daerah.

Karena demokrasi bukan tentang siapa berkuasa, tapi tentang siapa yang dijaga.

(C8N)

#senyuman08

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini