Kabupaten Solok Gagal Hadir: Jenazah Guru Ditandu Karena Jalan Tak Bisa Dilewati”

Crew8 News

Surian, Kabupaten Solok,- Di tengah hamparan hijau perbukitan Pantai Cermin, derap langkah manusia dan suara isak tangis terdengar menyayat hati. Bukan karena perang, bukan pula karena bencana, tetapi karena jalan rusak yang tak kunjung diperbaiki.
Jenazah seorang guru, almarhumah Yenti Risna, S.Pd, terpaksa ditandu sejauh hampir dua kilometer melewati lumpur dan bebatuan. Mobil tak bisa masuk. Itulah satu-satunya cara agar sang pendidik terakhir kali bisa “pulang” ke kampung halamannya di Jorong Lubuk Rasam, Nagari Surian.

Lubuk Rasam, sebuah jorong kecil di ujung selatan Kabupaten Solok, menyimpan luka lama yang tak kunjung disembuhkan. Jalan tanah sepanjang enam kilometer yang menjadi akses utama ke Nagari Surian, rusak parah selama bertahun-tahun.
Saat musim hujan, jalan berubah jadi kubangan lumpur. Musim kemarau, debu menari di antara langkah kaki anak-anak sekolah.

“Kami benar-benar sedih. Jalan ini sudah lama rusak parah. Anak-anak sulit ke sekolah, hasil pertanian susah diangkut, dan sekarang jenazah guru kami pun harus digotong,” ujar Fadri Suryadi, PGRI Ranting Pantai Cermin, dengan mata berkaca-kaca.

Lubuk Rasam bukan hanya kehilangan jalan, tapi juga kehilangan rasa adil.
Sekretaris PGRI Ranting Pantai Cermin, Usnima, S.E, yang juga guru MTsN 5 Solok Surian, menyebut banyak siswa dari jorong itu terpaksa kos di Surian karena jalan terlalu sulit dilalui.
“Padahal jaraknya hanya sekitar enam kilometer. Tapi setiap musim hujan, motor pun tak bisa lewat. Kami berharap pemerintah kabupaten hingga pusat menindaklanjuti keluhan ini,” ujarnya.

Laporan dari Kaur TU MTsN 5 Solok, Masriwal, S.AP, menegaskan kondisi serupa: siswa kerap absen karena terjebak cuaca dan jalan licin.
“Banyak siswa Lubuk Rasam tidak bisa pulang, bukan karena malas belajar, tapi karena akses yang memutus hubungan dengan dunia luar,” katanya lirih.

Lubuk Rasam dihuni sekitar 78 kepala keluarga. Mayoritas bekerja sebagai petani dan pekebun. Hasil bumi mereka, kopi, pinang, durian, dan karet, seharusnya bisa menjadi sumber ekonomi yang menyejahterakan. Namun jalan rusak membuat hasil panen sering terbuang percuma karena tidak bisa diangkut keluar nagari.

Yang paling ironis, Kabupaten Solok disebut kaya potensi, tapi di pelosoknya, rakyat masih harus memikul beban yang seharusnya ditanggung oleh kebijakan publik. “Kami bukan minta jalan tol, hanya minta jalan yang bisa dilewati,” ucap seorang warga dengan nada getir.

Kisah jenazah guru yang ditandu ini bukan sekadar tragedi, tapi tamparan moral bagi pemerintah daerah.
Dalam visi misi “Solok yang Lebih Baik dan Berdaya Saing”, akses dasar seperti jalan seharusnya menjadi prioritas. Namun, realitas di lapangan menunjukkan kesenjangan antara rencana dan pelaksanaan.

Tanggung jawab pemerintahan tidak berhenti pada laporan serapan anggaran, tetapi diuji pada seberapa jauh kebijakan hadir di tengah penderitaan rakyat.
Lubuk Rasam bukan sekadar titik di peta, melainkan simbol dari ribuan suara rakyat yang menunggu perhatian.

Di atas tanah berlumpur, warga memanggul jenazah seorang guru, simbol pengabdian dan harapan pendidikan.
Di pundak mereka, sesungguhnya tergantung pula tanggung jawab para pemimpin.
Sebab, pemerintahan yang abai pada penderitaan rakyat, sama saja menandatangani surat kematian kepercayaan publik.

Lubuk Rasam tidak butuh belas kasihan. Mereka hanya ingin pemerintah datang, bukan untuk berjanji, tapi untuk bekerja.

(C8N)

#senyuman08

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini