“Ketika Rumah Tangga dan Kantor Tak Lagi Ada Sekat: Fenomena Ny. Kurniati JFP, Menyala atau Membakar Etika?”

EDITORIAL REDAKSI | CREW 8 INVESTIGASI

Di atas panggung pemerintahan Kabupaten Solok, duet Jon Firman Pandu dan Chandra memang sedang dalam fase bulan terang, publik seolah disuguhi ketenangan dari wajah-wajah muda yang membawa slogan ‘Sejuk dan Damai’.

Namun di balik kesejukan itulah, sesungguhnya tengah mendidih perbincangan serius di balik dinding birokrasi, soal bagaimana seorang istri bupati bisa melompat jauh ke jabatan elite struktural tanpa rekam jejak yang memadai.

Ny. Kurniati Jon Pandu , yang kini disapa “Bunda Segalanya” oleh publik dunia maya, bukan hanya Ketua TP PKK dan Dekranasda, tapi juga menyandang sederet gelar tambahan, Bunda Lingkungan, Bunda, Literasi, dan puncaknya, Kabag Protokol dan Komunikasi Pimpinan (Prokomp) di Setda Kabupaten Solok.

Jabatan ini bukan sembarang jabatan, melainkan etalase paling depan dari seorang kepala daerah, singkat kata, tempat dimana kepercayaan dan kedekatan menjadi taruhan.

Yang membuat publik terperangah, bukan semata banyaknya gelar seremonial, tapi bagaimana Ny. Nia , yang sebelumnya hanyalah staf biasa di Pemko Solok, dapat langsung menduduki kursi Kabag setingkat eselon IIIA, dengan loncatan karir tiga tingkat sekaligus, tanpa proses yang transparan, tanpa rekam jejak birokrasi di Pemkab Solok, tiba-tiba seorang istri kepala daerah menjadi kepala bagian strategis yang mengelola wajah komunikasi dan protokoler pemerintah.

Apakah ini hadiah kekuasaan? Ataukah bentuk pengabaian terhadap sistem merit yang dijamin dalam UU ASN dan prinsip profesionalisme birokrasi?

Dalam sistem birokrasi yang sehat, loncatan karir seperti ini seharusnya mustahil, Setiap ASN seharusnya menjalani tahapan bertahap, dari staf, naik ke kasi, lalu kabid, baru bisa ke kabag.

Namun dalam kasus ini, tampaknya sistem ‘lompat pagar’ bukan saja direstui, tapi difasilitasi langsung oleh mesin kekuasaan.

Jika dulu istri-istri bupati seperti Ny. Vita Gamawan, Ny. Des Gusmal, dan Ny. Erlinda SR, memilih menepi dan menghindari konflik kepentingan dengan tidak mencampuri urusan birokrasi , maka Ny. Kurniati Jon Pandu justru tampil menyala di tengah panggung kekuasaan, dalam dan luar rumah, ia kini mengelola dua medan, domestik dan birokratik.

Bila di perusahaan profesional relasi suami-istri diwajibkan untuk salah satu mengundurkan diri guna menjaga integritas organisasi, bagaimana dengan pemerintahan daerah? Bukankah birokrasi justru menuntut standar etika yang lebih tinggi, karena berkaitan dengan pelayanan publik dan keadilan rekrutmen?

Lebih dari sekadar polemik jabatan, ini adalah sinyal bahaya tentang pudarnya garis batas antara rumah tangga dan ruang publik, antara loyalitas personal dan profesionalisme birokrasi. Jika etika ini terus dikompromikan, kita bisa saja melahirkan kultur dinasti halus yang terbungkus dalam seragam ASN.

Kini publik mulai bertanya-tanya: apakah pengangkatan ini murni berdasarkan kompetensi, atau ada “politik sandera” antara ketua Baperjakat dengan lingkaran kekuasaan? Apakah ini langkah awal menuju pertukaran jabatan demi saling aman?

(Bersambung)

(C8N)

#senyuman08

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini