Kezaliman Birokrasi Pemkab Solok: Harapan PPPK Honorer R3 Pupus di Tengah Jalan

Dari meja birokrat lahir keputusan “canggih”: memindahkan honorer ke ujung kampung demi alasan kelebihan tenaga, sementara kursi-kursi empuk tetap nyaman terisi.

Crew8 News Solok – “Semoga Allah memudahkan saya mencari keadilan.”
Kalimat itu lirih diucapkan Qorry Syuhada, tenaga honorer yang sudah 10 tahun mengabdi di Pemkab Solok, ia kini terjebak dalam pusaran birokrasi yang membuat statusnya sebagai calon Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) kandas di tengah jalan.

Bukan karena kinerja, bukan pula karena aturan seleksi yang gagal ia ikuti, tetapi karena keputusan sepihak, pemindahannya dari Dinas Koperindag ke Kantor Camat Pantai Cermin, sebuah jarak yang memakan waktu lima jam pulang-pergi,  pemindahan tanpa dasar hukum jelas itu, belakangan tercium kejanggalan oleh Ombudsman Sumbar.

Adel Wahidi, Kepala Ombudsman Sumbar, menegaskan pihaknya tengah mendalami laporan dugaan maladministrasi dalam kasus ini.

“Dari aspek keadilan, kenapa sejauh itu dipindahkan? Itu tidak adil, rasanya keterlaluan. Dia hanya honorer, gaji cuma Rp 1,5 juta dan perempuan pula,” katanya.

Menurut Adel, THL biasanya dikontrak di OPD tertentu, bukan dipindah sesuka hati, Apalagi, dalih “kelebihan tenaga” yang diucapkan Dinas Koperindag terbantahkan oleh Camat Pantai Cermin sendiri, yang dibutuhkan justru ASN atau PPPK, bukan honorer.

Lebih jauh, Ombudsman juga menemukan benang merah lain, kontrak kerja Qorry bulan Juli tidak diperpanjang, absensi dipindahkan, nama Qorry pun gugur dalam daftar usulan PPPK 2025, meski statusnya R3 dalam database BKN seharusnya memberi hak untuk tetap diusulkan.

Laporan Qorry mengungkap dugaan lebih dalam, ada “orang kuat” di balik pemindahannya, diduga istri Bupati Solok,  perseteruan ini disebut berawal dari kasus kecelakaan lalu lintas 2023, yang melibatkan kerabat Qorry dan disebut-sebut ada upaya penyelesaian “secara kekeluargaan” yang ditolak keluarga korban, sejak itu, tekanan demi tekanan mulai dirasakannya.

“Apa yang harus saya minta maafkan, saya tidak bersalah dengan beliau,” tutur Qorry ketika diminta atasannya untuk menemui istri bupati.

Sejak 1 September 2015, Qorry mengabdi sebagai honorer di Pemkab Solok, seleksi PPPK 2024 ia ikuti, namun gagal karena peringkat ketiga, sementara formasi hanya dua, meski begitu, ia tetap masuk kategori R3, artinya masih punya peluang diusulkan kembali.

Namun, peluang itu kandas. Pemindahan tugas tanpa surat resmi dan pemutusan kontrak membuat namanya tidak lagi masuk usulan PPPK 2025.

Masalah ini sempat dibawa ke Paripurna DPRD Solok, Juni 2025, ketua DPRD Ivoni Munir bahkan mendesak Sekda menyelesaikan, namun, waktu terus berjalan, hingga batas pengusulan diperpanjang BKN sampai 25 Agustus 2025, status Qorry tetap menggantung.

Kasus ini kini sudah lintas instansi: Koperindag, BKPSDM, hingga Sekda,  Ombudsman menegaskan, bola panas ada di tangan Bupati Solok selaku pembina kepegawaian.

“Kami meminta Bupati serius menangani persoalan ini agar tidak merugikan hak tenaga honorer yang sudah mengabdi 10 tahun,” tegas Adel Wahidi.

(C8N)

#senyuman08

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini