Oleh Miko Kamal
Advokat dan Wakil Rektor III Univ. Islam Sumatera Barat
Simaklah pidato Presiden Prabowo, di depan sidang tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dan sidang bersama Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah, tiga hari menjelang peringatan hari kemerdekaan ke 80, Jum’at 15 Agustus yang lalu.
Satu yang disorot Presiden adalah soal penegakan hukum dan keadilan, soal korupsi juga.
Kata Prabowo: “Kami bekerja untuk menegakan hukum dan keadilan, salah satu yang penting adalah dalam menegakkan hukum dan keadilan adalah gaji hakim harus dalam keadaan baik, kami telah menaikkan untuk beberapa Hakim sampai dengan 280 persen peningkatannya, kami juga tidak segan-segan membongkar kasus-kasus korupsi besar” (Kompas.com, 15/8/2025).
Kutipan pidato Presiden itu mesti diapresiasi, menegakkan hukum dan keadilan memang kunci dalam mengelola negara, implikasinya sangat luas, Jangan pernah bicara tentang pertumbuhan ekonomi (PE) 8% bila hukum dan keadilan tidak ditegakkan.
Apalagi bicara tentang realisasi sila kelima: “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”, Omon-omon saja itu, bila hukum dan keadilan tidak ditegakkan.
Harus diakui, kebijakan menaikkan gaji bagian dari pemuliaan profesi hakim, rumusnya sangat sedrhana, perut hakim tidak boleh kosong saat memutus perkara, apalagi keroncongan.
Tapi, itu saja tidak cukup, selain menyelesaikan urusan perut, hakim juga harus dijaga bersama, dijaga kehormatannya, keluhuran martabatnya dan perilakunya.
Secara konstitusional, itu tugas Komisi Yudisial (KY), tertulis di dalam Pasal 24B UUD 1945, Mahkamah Agung (MA) juga bertanggung jawab, secara internal.
Ada yang lain. Polisi, jaksa dan advokat juga harus dibenahi agar hukum dan penegakanya berwajah baik.
Polisi harus dirintangi menerima atau meminta disuap di jalanan, dalam menangani perkara juga begitu, tidak seorangpun penyidik dan/atau penyidik pembantu yang dibiarkan memain-mainkan perkara, polisi dan institusinya juga tidak boleh menerima uang lebih dari pelaksanaan eksekusi atas perkara yang sudah inkracht yang diamankannya.
Jaksa juga tidak boleh dibiarkan jadi tukang beking proyek, memperjualbelikan surat penangkapan dan penahanan juga harus benar-benar diharamkan, apalagi memperdagangkan isi surat tuntutan.
Advokat? Profesi ini juga harus dibereskan, Advokat sekarang banyak yang belum merdeka, mereka sangat rentan jadi tukang pakang perkara, terminologi lain dari calo perkara.
Jumlah advokat banyak sekali. Yang bergabung di Peradi pimpinan Otto Hasibuan saja diperkirakan 70.000 orang banyaknya (Antaranews.com, 21/12/2024), itu catatan tahun 2024, sekarang tentu lebih banyak lagi, belum lagi advokat yang bergabung di bawah Ormas organisasi advokat lainnya.
Bagaimanapun caranya, semua advokat yang sudah meleset jadi tukang pakang itu harus dimerdekakan, tarik paksa kembali ke jalan yang benar, dudukkan lagi advokat di kursi terhormat mereka, officium nobile.
Bila serius mengurus negara, pidato kenegaraan Presiden Prabowo memperingati hari kemerdekaan itu semestinya tidak sekadar diapresiasi saja, harus ada yang menindaklanjutinya, pembenahan menyeluruh Catur Wangsa Penegak Hukum.
Peran KY dalam menjaga kehormatan, keluhuran martabat dan perilaku hakim harus diperkuat, dan polisi, jaksa dan advokat harus dibersihkan dari praktik-praktik menyimpang dalam menjalankan profesi.
Kita sebut saja jalan ini sebagai jalan “Memerdekakan Catur Wangsa Penegak Hukum”.
Pdg, 21/8/2025
(C8N)
#senyuman08






