Editorial Redaksi Crew8 News
Qorry Syuhada, seorang tenaga honorer Non-ASN yang telah mengabdi lebih dari satu dekade di Dinas Koperindag Kabupaten Solok, kini harus menghadapi ketidakpastian status sebagai calon Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Diduga, ia menjadi korban permainan birokrasi yang sarat intervensi kekuasaan dan ketidakadilan sistem.
Data absensi harian dan sistem kepegawaiannya (simpeg) secara sepihak dipindahkan ke Kantor Camat Pantai Cermin, lokasi yang jauh dari formasi awalnya di Dinas Koperindag, tanpa pemberitahuan resmi maupun surat penugasan yang sah, yang lebih memprihatinkan, pemindahan tersebut tidak dilaporkan ke pangkalan data Badan Kepegawaian Negara (BKN), padahal data tersebut merupakan dasar legal status PPPK.
Jika tidak diperbaiki, kondisi ini bisa menyebabkan status Qorry dalam proses seleksi PPPK berubah menjadi R3, yakni status revisi data yang berisiko menggugurkan haknya sebagai calon PPPK yang sah.
Kepala BKPSDM Kabupaten Solok yang dikonfirmasi via pesan WhatsApp memilih bungkam,
Diamnya pejabat publik ini justru menimbulkan lebih banyak pertanyaan, apakah ada skenario penjegalan terhadap Qorry? apakah ada rencana menggantikan posisinya dengan kerabat yang lebih dekat ke lingkaran kekuasaan?
Ironisnya, BKPSDM yang terlibat dalam tim baperjakat justru dengan cepat memfasilitasi pengangkatan Ny. Kurniati Jon Pandu, istri Bupati Solok, yang semula ASN staf di Pemko Solok, langsung menempati posisi strategis sebagai Kabag Protokol dan Komunikasi Pimpinan (Prokomp) di Pemkab Solok.
Sebuah lompatan karier luar biasa yang dinilai publik sangat janggal dan mencederai prinsip meritokrasi.
Di sisi lain, redistribusi pegawai honorer seperti Qorry dilakukan secara sembunyi-sembunyi, Sekretariat Kecamatan Pantai Cermin sendiri mengaku kebingungan soal penempatan Qorry, belum ada kejelasan soal tugas maupun alokasi anggaran honornya.
Dalam pemeriksaan Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Barat, keterangan Kepala BKPSDM disebut tidak sesuai dengan fakta lapangan.
Bahkan, dugaan adanya intervensi TP PKK, yang juga menjabat Kabag Prokomp, tidak digali secara mendalam oleh lembaga pengawas pelayanan publik tersebut.
Kasus ini menambah daftar panjang ironi birokrasi di Kabupaten Solok, di saat seorang honorer yang sah berjuang mempertahankan haknya, jalur karier istri pejabat Bupati justru disulap kilat dengan alasan yang tak kalah kabur.
Publik pun mulai bersuara, Apakah ini tanda-tanda hadirnya mafia PPPK?
(C8N)
#senyuman08