Tanah Datar – Crew8 News – Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang seharusnya menjadi penopang ekonomi rakyat miskin, justru diwarnai dugaan permainan di Nagari Koto Tuo, Kecamatan Sungai Tarab, Kabupaten Tanah Datar, fakta yang terungkap memperlihatkan potensi manipulasi yang mencoreng integritas program sosial pemerintah.
Yardi (62), warga Jorong Pematang Tinggi, adalah salah satu korban, namanya tiba-tiba hilang dari daftar penerima sejak lima bulan terakhir, tidak ada surat resmi, tidak ada musyawarah, hanya pemberitahuan sepihak dari aparat nagari bahwa bantuannya dialihkan kepada orang lain.
“Saya tidak bisa berbuat banyak, pemerintah nagari yang memutuskan, kami rakyat kecil hanya bisa menerima,” ucap Yardi dengan nada getir.
Bagi Yardi, BLT adalah penopang hidup, pencoretan namanya bukan sekadar administrasi, melainkan pukulan telak di tengah kondisi ekonomi yang kian sulit.
Lebih ironis lagi, dari hasil penelusuran Crew8 News, ditemukan adanya penerima yang sudah lama meninggal dunia namun tetap tercatat dalam daftar penerima BLT.
Dugaan ini menguatkan asumsi bahwa pencoretan warga miskin justru membuka ruang untuk memasukkan nama-nama yang tidak semestinya, bahkan fiktif.
Walinagari Koto Tuo, Ismet Kht Intan Ameh, mengakui ada pergantian penerima bantuan, ia berdalih hal itu dilakukan setelah evaluasi dan musyawarah nagari.
“Semua keputusan diambil bersama perangkat nagari, kalau ada yang diganti, itu karena ada warga lain yang lebih membutuhkan,” katanya.
Namun ketika ditanya mengenai penerima fiktif dan nama warga yang sudah meninggal, Ismet enggan memberikan jawaban jelas, sikap ini membuat publik semakin curiga.
Kasus ini tidak berhenti di nagari. Kepala Bidang Pemerintahan Keuangan Desa (PKD) Tanah Datar, Rifka Akbar, S.STP, menegaskan pihaknya akan melakukan investigasi.
“Kalau benar ada penerima fiktif atau nama warga meninggal yang masih tercatat, itu masalah serius, kami akan meminta klarifikasi langsung dari pihak nagari,” tegas Rifka.
Kejanggalan di Koto Tuo mencerminkan lemahnya tata kelola BLT di tingkat nagari, minimnya transparansi, dominasi keputusan sepihak, dan absennya pengawasan ketat membuka peluang penyalahgunaan.
Kasus Yardi menjadi bukti bahwa sistem distribusi BLT tidak steril dari kepentingan, publik wajar menaruh curiga, apakah bantuan benar-benar jatuh ke tangan rakyat miskin, atau justru dimanfaatkan segelintir pihak?
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada penjelasan resmi dari Walinagari Koto Tuo terkait dugaan penerima fiktif,
Tanpa pembenahan serius, BLT hanya akan menjadi program “berwajah sosial” namun menyimpan celah praktik curang di lapangan.
(Nano Bojes)
#senyuman08






