Crew8 News, Keputusan Mendagri yang menetapkan empat pulau kaya potensi migas masuk ke wilayah Sumatera Utara adalah tindakan politis yang membahayakan stabilitas nasional.
Ketika Aceh telah memiliki dasar hukum kuat melalui UU No. 11 Tahun 2006, maka segala perubahan batas wilayah seharusnya tunduk pada mekanisme khusus, bukan sepihak.
Gubernur Aceh benar ketika menolak opsi “pengelolaan bersama”. Karena dalam sejarah pengelolaan SDA di Indonesia, istilah itu sering menjadi kamuflase untuk dominasi pusat dan eksploitasi daerah.
Pemerintah pusat, terutama Kemendagri dan kementerian teknis seperti ESDM, harus menjawab secara terbuka, benarkah ada potensi migas besar di sekitar pulau-pulau sengketa ini? Dan jika iya, mengapa tidak transparan sejak awal?
Jika penetapan wilayah itu ternyata lebih berpijak pada peta geologi ekonomi daripada peta administratif dan hukum, maka pemerintah sedang mempertaruhkan kepercayaan Aceh yang selama ini dibangun melalui proses damai dan keistimewaan daerah.
Presiden Prabowo mesti hadir dengan solusi yang berkeadilan dan terbuka, bukan membiarkan pembantunya menciptakan bara konflik.
Evaluasi terhadap Menteri Dalam Negeri menjadi relevan jika ternyata keputusan ini dibuat tanpa dasar hukum kuat dan berujung pada konflik SDA.
Konflik migas bukan sekadar rebutan minyak dan gas, tapi pertaruhan integritas negara terhadap janji konstitusi. Jangan biarkan empat pulau kecil menjelma menjadi simbol ketidakadilan besar. (Redaksi C8N)