Arosuka , Crew8 News
Pemerintah Kabupaten Solok akhirnya mengambil langkah tegas terhadap pelaku usaha wisata di kawasan Danau Diatas, Kecamatan Lembah Gumanti.
Melalui Surat Bupati Solok Nomor: 500.10/1119/SDAP/2025 yang ditandatangani Sekretaris Daerah Medison, S.Sos., M.Si, pemerintah menindaklanjuti rekomendasi Panitia Khusus (Pansus) DPRD tentang dugaan pelanggaran tata ruang dan reklamasi di kawasan danau tersebut.
Dokumen resmi ini menegaskan bahwa puluhan pelaku usaha wisata, mulai dari homestay, villa, hingga glamping, telah diberi sanksi administratif, teguran tertulis, bahkan ancaman penghentian operasional karena tidak memenuhi ketentuan hukum lingkungan dan izin pemanfaatan ruang.
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Solok telah menjatuhkan sanksi administratif berupa teguran tertulis kepada 23 pelaku usaha wisata yang beroperasi di sempadan Danau Diatas.
Mereka terbukti tidak mengelola limbah cair dengan sistem IPAL dan tidak menyediakan fasilitas penyimpanan limbah B3 sesuai ketentuan.
Beberapa pelaku usaha yang disebut dalam dokumen resmi di antaranya berkode inisial:
Z.H.D. (Wisata Cemara Park T.D.), H. (Alpa Pulau Batu Syariah), M.H.W. (Home Stay T.M.), M.H. (Home Stay S.A.P. Resort), J.H. (Home Stay C.F.), E.S. (Home Stay P.B.), G. (Wisata S.S.), A.A.H. (S.R.), dan sejumlah nama lainnya.
Selain itu, 19 pelaku usaha lain sedang dalam proses teguran lanjutan di Bagian Hukum Setda Kabupaten Solok, termasuk:
I.M.F. (Villa A. 2)
T.I. (A.C. Cabin)
S. (K. Cabin)
DLH menegaskan, mereka diwajibkan melengkapi fasilitas IPAL dan mematuhi standar Baku Mutu Air Limbah sebagaimana diatur dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta PP No. 22 Tahun 2021.
Laporan Dinas PUPR Kabupaten Solok juga mengungkap hasil survei lapangan pada 16 April – 2 Mei 2025.
Tim menemukan 162 titik perubahan di kawasan tepi Danau Diatas, yang terdiri dari:
63 titik penimbunan lahan,
99 titik perubahan tutupan vegetasi.
Luas total penimbunan diperkirakan mencapai 1,3 hektare.
Temuan ini mengindikasikan adanya aktivitas reklamasi tanpa izin, dilakukan oleh beberapa pelaku usaha yang memperluas lahan resort dan area wisata di luar batas sempadan danau.
Hasil survei ini telah dilaporkan kepada Balai Wilayah Sungai Sumatera V (BWSS V) Padang melalui surat resmi PUPR No. 600.309/PUPR/2025 dan PA.0102-BWSS.V/1.887.
BWSS menilai kegiatan tersebut melanggar Peraturan Menteri PUPR No. 28/2015 tentang penetapan garis sempadan danau serta berpotensi mengganggu fungsi hidrologis dan ekosistem alami Danau Diatas.
Kementerian PUPR juga telah mengarahkan agar seluruh aktivitas reklamasi dihentikan sembari menyiapkan mekanisme pemulihan kawasan dan penegasan zonasi melalui RTRW Kabupaten Solok 2025–2045.
DLH Solok mencatat ada 42 pelaku usaha yang beroperasi di sempadan Danau Diatas.
Dari jumlah tersebut, sebagian besar masih belum memenuhi kewajiban pengelolaan limbah cair dan belum memiliki izin lingkungan lengkap.
Mereka diwajibkan melengkapi instalasi IPAL dan izin SPPL atau UKL-UPL sesuai skala kegiatan.
Pemkab menegaskan, bagi pelaku usaha yang tetap mengabaikan teguran, akan diterbitkan rekomendasi penghentian operasional.
Selain penindakan, Pemerintah Kabupaten Solok juga melakukan langkah pembenahan sistemik melalui kebijakan pariwisata berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) diminta menyusun Peraturan Daerah tentang Wisata Halal sebagai payung hukum bagi pengelolaan destinasi yang sesuai nilai etika dan keberlanjutan.
Untuk itu, pada Tahun Anggaran 2026, pemerintah telah menyiapkan naskah akademik Perda Wisata Halal sebagai dasar penyusunan regulasi.
Disparbud juga menggulirkan Program Gerakan Wisata Bersih , bagian dari 100 Hari Kerja Bupati Solok , yang melibatkan ASN, honorer, pelaku usaha, dan masyarakat sekitar.
Program ini menargetkan:
Pembersihan sempadan danau,
Penanaman taman hijau,
Edukasi pengelolaan sampah,
Kolaborasi CSR dengan Bank Nagari,
Dan pemasangan spanduk edukatif di seluruh titik wisata Lembah Gumanti.
Pemerintah Kabupaten Solok menegaskan akan menghentikan operasional usaha yang membandel.
Dalam surat Sekda disebutkan:
“Apabila dalam waktu yang telah ditentukan, pelaku usaha belum menindaklanjuti kewajibannya sesuai teguran, maka akan dilakukan upaya penghentian operasional usaha yang bersangkutan sesuai dengan peraturan yang berlaku.”
Langkah ini menandai pergeseran paradigma pengawasan lingkungan dari administratif menjadi penegakan substantif, termasuk kemungkinan pembekuan izin atau pencabutan izin usaha bagi yang tidak kooperatif.
Sekretaris Daerah Medison, S.Sos., M.Si., menegaskan bahwa pemerintah daerah tetap membuka diri terhadap investasi wisata di kawasan danau, selama dijalankan sesuai regulasi dan memperhatikan daya dukung lingkungan.
“Kita tidak anti-investasi. Tapi kita ingin investasi yang sehat, taat aturan, dan berpihak pada keberlanjutan alam. Danau Diatas bukan hanya aset ekonomi, tapi juga sumber kehidupan masyarakat Solok,” tegasnya.
Langkah yang diambil Pemkab Solok menunjukkan keseriusan dalam menegakkan hukum lingkungan dan tata ruang, sekaligus memperkuat sinergi lintas OPD dengan pemerintah pusat.
Namun, efektivitas kebijakan ini akan sangat bergantung pada konsistensi pengawasan, keberanian eksekusi di lapangan, dan transparansi tindak lanjut terhadap pelaku usaha yang telah ditegur.
Dengan kombinasi kebijakan Wisata Halal dan Gerakan Wisata Bersih, pemerintah daerah berupaya menjadikan kawasan Danau Diatas sebagai model ekowisata yang berintegritas, berkelanjutan, ramah lingkungan, dan berbasis aturan.
Kasus Danau Diatas menguji integritas birokrasi daerah dalam menegakkan hukum tanpa pandang bulu.
Langkah Bupati dan Sekda Solok menguatkan pesan bahwa pembangunan ekonomi tidak boleh mengorbankan ekologi, dan bahwa investasi yang berkelanjutan harus berjalan beriring dengan penegakan hukum.
(C8N)
#senyuman08






