Politik di Balik Danau: Mengapa Penertiban Danau Singkarak Terus Tertunda

Oleh: Syaiful Rajo Bungsu

Crew8 News, Solok – “Di balik keindahan Danau Singkarak yang memukau, tersimpan persoalan serius yang belum terselesaikan, pelanggaran tata ruang di sempadan danau yang melibatkan ratusan bangunan ilegal. Meski sudah bertahun-tahun menjadi sorotan, upaya penertiban selalu tertunda. Mengapa demikian? Jawabannya tidak sederhana karena di balik danau, ada kepentingan politik yang kuat mencengkeram.”

Kepentingan Politik di Sempadan Danau

Danau Singkarak, yang membentang di dua kabupaten Solok dan Tanah Datar telah lama menjadi magnet wisata dan sumber ekonomi masyarakat. Namun dalam dua dekade terakhir, pembangunan tak terkendali di kawasan sempadan menyebabkan kerusakan ekologis yang nyata. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat ada 490 pelanggaran di kawasan ini: 368 di Tanah Datar dan 122 di Solok (Antara Sumbar, 10 Mei 2022). Sayangnya, langkah konkret pemerintah daerah masih jauh dari memadai.

Bangunan-bangunan itu bukan milik warga biasa semata. Sebagian besar dikuasai oleh tokoh lokal, pengusaha yang dekat dengan elite politik, dan bahkan oknum pejabat aktif. Dalam konteks ini, penertiban bukan sekadar soal hukum, tapi sudah masuk ke ranah politik dan kekuasaan.

Alasan Teknis atau Alibi Politik?

Pemerintah daerah sering berdalih bahwa mereka menunggu penetapan resmi sempadan danau. Namun menurut Balai Wilayah Sungai Sumatera V, kajian batas sempadan baru dimulai pada tahun 2022 dan belum rampung hingga awal 2024 (Harian Haluan, 9 Maret 2024). Padahal, dasar hukum seperti UU No. 26 Tahun 2007 dan Perpres No. 60 Tahun 2021 sudah cukup kuat untuk bertindak.

Ini memperlihatkan bahwa lambannya penertiban bukan karena kekosongan hukum, tapi karena rendahnya kemauan politik. Pejabat publik khawatir kehilangan dukungan atau menciptakan kegaduhan politik jika menyentuh kepentingan orang kuat.

Politik: Mengapa Semua Menjadi Sensitif?

Dinamika politik menjadi lebih rumit,v banyak pejabat memilih jalan aman. Mereka tak ingin menyulut konflik dengan tokoh-tokoh yang mungkin menjadi penyandang dana atau pendulang suara dalam kontestan pemilu. Dalam sistem patron klien yang masih kuat di tingkat lokal, kompromi dengan pelanggar menjadi praktik yang lumrah.

Akibatnya, rekomendasi penertiban dari KPK hanya menjadi formalitas tanpa implementasi. Bahkan masyarakat menjadi skeptis, seolah-olah hukum hanya berlaku bagi yang lemah, sementara yang kuat selalu lolos dari jeratan aturan.

Dampak Nyata di Lapangan

Kerusakan ekologis tidak bisa dibantah. Pendangkalan, pencemaran air, dan terganggunya habitat ikan bilih spesies endemik Danau Singkarak terjadi karena alih fungsi sempadan. WALHI Sumatera Barat memperkirakan bahwa kerugian negara akibat pembangunan ilegal di kawasan ini mencapai miliaran rupiah (Sumbarsatu.com, 22 Februari 2023). Ironisnya, tidak ada satu pun bangunan besar yang dibongkar hingga kini.

Padahal, kerusakan lingkungan ini berdampak langsung terhadap ekonomi masyarakat: nelayan kehilangan tangkapan, wisatawan mulai berkurang, dan petani mengalami kesulitan air irigasi. Dalam jangka panjang, pembiaran ini justru menciptakan kemiskinan struktural baru.

KPK Sudah Bersuara, Siapa yang Bergerak?

KPK telah mengeluarkan empat rekomendasi, menghentikan pembangunan ilegal, memberi sanksi administratif, memulihkan kawasan, dan menata ulang pemanfaatan ruang. Namun rekomendasi ini tidak punya taji jika pemerintah daerah tidak mau bertindak.

Dalam konteks ini, masyarakat, media, dan organisasi sipil harus terus mengawal proses ini. Jika tidak, bukan mustahil Danau Singkarak akan bernasib seperti danau-danau lain di Indonesia yang mati perlahan karena kekuasaan yang gagal berpihak pada lingkungan.

Penutup: Tegas atau Tenggelam?

Danau Singkarak sedang diuji. Bukan hanya soal kerusakan lingkungannya, tapi juga tentang keberanian moral para pemimpinnya. Akankah para pejabat memilih jalan benar meskipun berisiko kehilangan kekuasaan, atau terus bermain aman dan menonton danau ini rusak pelan-pelan?

“Waktunya bertindak. Penertiban tidak bisa lagi ditunda. Jika politik terus jadi alasan untuk diam, maka rakyatlah yang akan tenggelam bersama danau yang mereka cintai.”

Daftar Pustaka:

1. Antara Sumbar. (2022, 10 Mei). KPK: Ada 490 Pelanggaran di Kawasan Danau Singkarak. Diakses dari: https://sumbar.antaranews.com/berita/490-pelanggaran-di-danau-singkarak
2. Harian Haluan. (2024, 9 Maret). Balai Wilayah Sungai Sumatera V: Kajian Sempadan Danau Singkarak Masih Berproses. Diakses dari: https://harianhaluan.id
3. Sumbarsatu.com. (2023, 22 Februari). WALHI Sumbar: Kerugian Negara Akibat Reklamasi Ilegal di Singkarak Capai Miliaran. Diakses dari: https://www.sumbarsatu.com/berita/walhi-singkarak
4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2021 tentang Penyelamatan Danau Prioritas Nasional.(IST)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini