Crew8 News, Jakarta, 9 Juli 2025 – Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset kembali menjadi sorotan tajam publik dan kalangan pemerhati hukum karena dinilai sebagai instrumen penting dalam pemberantasan korupsi dan kejahatan terorganisir.
Namun, hingga kini, RUU tersebut belum juga disahkan, memunculkan pertanyaan besar mengenai pihak-pihak yang merasa terancam dengan keberadaannya.
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Bob Hasan, dalam sebuah diskusi yang ditayangkan di kanal JR Channel, menegaskan bahwa urgensi RUU ini tak bisa ditunda.
“RUU Perampasan Aset adalah senjata hukum yang diperlukan untuk memulihkan kerugian negara dari hasil tindak pidana korupsi, narkotika, dan kejahatan berat lainnya,” kata Bob Hasan.
Menurutnya, salah satu tantangan terbesar dalam pengesahan RUU ini adalah tarik-menarik kepentingan politik dan kekhawatiran sejumlah pihak yang merasa dapat terdampak langsung.
“RUU ini menyasar aset, bukan orang. Jadi, kalau tidak punya masalah dengan asal-usul kekayaan, tidak perlu khawatir,” ujarnya.
Dalam episode podcast tersebut, Bob Hasan juga membongkar sejumlah kontroversi yang menghambat pembahasan RUU ini di parlemen.
Ia menyebut bahwa ada resistensi diam-diam dari beberapa fraksi, yang menuntut perlindungan terhadap hak kepemilikan dan asas praduga tak bersalah.
Padahal, menurutnya, RUU ini justru dirancang dengan memperhatikan prinsip keadilan dan proses hukum yang sah.
RUU Perampasan Aset dinilai penting oleh banyak kalangan karena memungkinkan negara menyita aset hasil kejahatan tanpa harus menunggu pelaku divonis bersalah secara pidana, melalui mekanisme perdata in rem (terhadap benda).
“Negara butuh langkah luar biasa dalam menghadapi kejahatan luar biasa.
Kita tidak boleh lagi kalah oleh para koruptor yang hidup nyaman dengan uang rakyat,” tegas Bob Hasan.
Diskusi ini menjadi panggilan terbuka bagi masyarakat yang peduli terhadap masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia, RUU Perampasan Aset dinilai sebagai penentu arah serius atau tidaknya negara dalam menindak kejahatan yang merugikan publik secara sistemik.
(C8N)