Pekanbaru, Crew 8 News,- Dunia pendidikan kembali dipermalukan, di tengah semangat transparansi dan pendidikan inklusif, Madrasah Aliyah Negeri (MAN) I Pekanbaru justru diduga menjadi sarang praktik pungutan liar (pungli) terselubung yang sistematis dan berlangsung bertahun-tahun.
Dokumen resmi dari Komite Sekolah tertanggal 16 April 2025 membongkar praktik pungutan Rp600.000 per siswa kelas XII untuk kegiatan kelulusan yang digelar 21 April 2025.
Surat tersebut bahkan mencantumkan rekening Bank Syariah Indonesia atas nama Komite sebagai tujuan pembayaran.
Tak ada pilihan, tak ada transparansi, hanya perintah dan transfer.
Namun dugaan praktik menyimpang tak berhenti di situ.
Sejumlah wali murid mengungkap kepada media bahwa dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2025/2026, setiap siswa baru dimintai uang “masuk” senilai Rp8 hingga Rp10 juta, ditambah iuran bulanan Rp375 ribu atas nama “uang komite”.
“Ini bukan sukarela, ini pemaksaan berkedok iuran komite.
Yang menolak, dianggap tidak mendukung sekolah,” ujar salah seorang wali murid yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Lebih jauh, sumber menyebut bahwa praktik ini sudah menjadi tradisi tahunan yang diduga didiamkan oleh Kepala Sekolah.
“Tak mungkin Komite bertindak sendiri tanpa restu Kepsek, ini praktik terstruktur,” tambahnya.
Ketua Umum Lembaga Informasi Data Investigasi Korupsi dan Kriminal Khusus Republik Indonesia (LIDIK KRIMSUS RI), Ossie Gumami, mengecam keras dugaan praktik pungli yang terjadi di bawah lembaga resmi negara.
“Dalam surat resmi, disebut sumbangan sukarela, tapi nominal sudah ditentukan.
Itu bentuk pembohongan publik! Ini melanggar Permendikbud No. 75/2016 dan PP No. 17/2010. Kita akan laporkan resmi ke Kementerian Agama,” tegasnya dari Jakarta, Kamis (17/7/2025).
Menurut Ossie, bila dibiarkan, praktik ini tidak hanya merusak kepercayaan publik, tapi juga mengkebiri akses pendidikan bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu.
“Ingat, madrasah negeri dibiayai negara. Kalau masih memungut, itu bentuk pemerasan terselubung.”
Lebih ironis, Kepala MAN I Pekanbaru, Norerlinda, M.Pd, hingga berita ini diterbitkan memilih bungkam.
Dihubungi via telepon, pesan singkat, WhatsApp, dan bahkan didatangi langsung ke sekolah, tidak ada respons.
“Diamnya pejabat publik atas isu dugaan pelanggaran adalah bentuk ketidakbertanggungjawaban.
Kepala Sekolah punya kewajiban moral dan hukum menjawab pertanyaan publik,” tegas Ossie.
Masyarakat kini mendesak Kakan Kemenag Kota Pekanbaru dan Kakanwil Kemenag Riau untuk tidak lagi bersembunyi di balik birokrasi. Saatnya tindakan nyata, bukan sekadar imbauan di atas kertas.
Crew 8 News akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas.
(C8N)
#senyuman 08