Crew8 News,Padang – Dugaan maladministrasi di SMPN 6 Gunung Talang, Kabupaten Solok, kian menguat. Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Barat telah menerima klarifikasi dari pihak sekolah dan komite, namun pelapor menilai jawaban yang disampaikan sarat rekayasa dan manipulasi administratif untuk menutupi pelanggaran.
Kasus bermula dari laporan Az, kuasa tiga wali murid, terkait rangkap jabatan Ketua Komite Dedi Fajar Ramli yang sejak Juli 2023 duduk sebagai anggota DPRD Kabupaten Solok. Meski demikian, Dedi tetap aktif memimpin komite hingga awal September 2025, tepat saat laporan dilayangkan.
“Surat pengunduran diri bertanggal 24 Februari 2025 hanya dibuat belakangan sebagai kamuflase. Faktanya, Dedi tetap menjalankan fungsi komite sampai laporan masuk. Itu rekayasa administratif yang sengaja dilakukan untuk menutupi rangkap jabatan,” tegas Az, Minggu (21/9).
Tidak hanya soal SK pengunduran diri, dugaan rekayasa juga muncul dalam penjelasan mengenai kepemimpinan komite. Dalam klarifikasi, sekolah menyebut Armijon sudah diangkat sebagai ketua baru sejak 1 Maret 2025. Namun, dokumen tersebut dinilai dibuat mundur (backdate) setelah pemeriksaan Ombudsman dimulai pada September 2025.
“Kalau memang SK Maret itu asli, kenapa Armijon tidak pernah aktif sebagai ketua sebelumnya? Baru setelah laporan jalan, tiba-tiba ada SK lama yang ditunjukkan. Itu jelas jawaban yang direkayasa,” kata Az.
Modus lain, menurut pelapor, adalah manipulasi informasi rapat komite. Dalam klarifikasi disebutkan bahwa pungutan dilakukan berdasarkan kesepakatan orang tua murid. Faktanya, pungutan Rp250 ribu (2023/2024) dan Rp400 ribu (2024/2025) bersifat wajib dan menjadi syarat keberlangsungan program sekolah.
“Kalau tidak bayar, anak-anak tidak bisa ikut program. Itu pungutan wajib, bukan sukarela. Melanggar Permendikbud 75/2016 dan berpotensi pungli maupun Tipikor,” ujarnya.
Az juga menyoroti dua proyek konstruksi di SMPN 6 pada APBD 2024 yang waktunya beririsan. Dugaan split kontrak dan konflik kepentingan kian kuat karena Dedi berposisi ganda sebagai legislator sekaligus ketua komite sekolah.
Lebih jauh, posisi Armijon sebagai pengurus komite juga bermasalah. Ia tercatat lebih dari 12 tahun menjadi pengurus, padahal aturan membatasi hanya enam tahun.
Afrizal mendesak Ombudsman tidak berhenti pada klarifikasi formal yang sarat rekayasa.
“Kami minta ini diteruskan ke Badan Kehormatan DPRD, Dinas Pendidikan, dan aparat penegak hukum. Kalau tidak, praktik manipulasi seperti ini akan terus berulang di sekolah lain,” pungkasnya.
Ombudsman memberi waktu 14 hari kerja bagi pelapor untuk menyampaikan tanggapan resmi sebelum melanjutkan proses pemeriksaan dan mengeluarkan rekomendasi.
(C8N)
#senyuman08






