Dinding yang Belum Berdiri, Anggaran Hampir Satu Miliar, Apa yang Terjadi di Nagari Bawan?

Oleh Tim Investigasi

Crew8 News, Agam – Di antara semak dan debu tanah proyek yang belum rampung, berdiri beberapa tiang beton, seolah menjadi simbol tanda tanya besar yang bergelayut di benak warga Nagari Bawan, Kecamatan Ampek Nagari, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.

Proyek pembangunan Kantor Wali Nagari yang menelan biaya Rp840 juta lebih itu justru baru menampakkan struktur awal, Bukan dinding, apalagi atap, Hanya tiang dan pondasi.

Warga bertanya-tanya, ke mana larinya uang sebesar itu?

Wali Nagari Bawan, Arif Eka Putra, ketika ditemui Rabu (19/3/2025), membantah ada penyimpangan anggaran. “Semua sudah sesuai dengan RAB.

Struktur ini dirancang untuk menopang bangunan tiga lantai. Tentu butuh pondasi yang kuat dan biaya besar,” ucapnya.

Namun, klaim ini justru memunculkan lebih banyak pertanyaan, Warga menyebut, rencana awal hanya dua lantai.

“Kalau benar dari awal untuk tiga lantai, tunjukkan gambar dan dokumen resminya, Jangan tiba-tiba bilang berubah,” ujar salah satu tokoh masyarakat yang aktif mengawasi proyek tersebut.

Hingga kini, dokumen RAB dan desain gambar proyek belum pernah dipublikasikan secara terbuka.

Padahal, dalam praktik pemerintahan nagari yang sehat, keterbukaan informasi publik adalah keharusan.

Dari data teknis dan informasi yang dihimpun tim, sejumlah komponen biaya yang ditaksir berdasarkan harga pasar dan tender proyek serupa di Sumatera Barat menunjukkan adanya potensi markup.

Galian pondasi umumnya Rp70.000/m³

Pasangan batu kali Rp1.150.000/m³ (tender), tapi disebut realisasi Rp750.000/m³

Pembesian Rp12.000/kg

Bekisting Rp400.000/m

Cor beton K-300 Rp1.500.000/m³

Melihat dari progres lapangan yang baru pada tahap struktur dan sebagian tiang, sejumlah ahli konstruksi yang dimintai pendapat menilai, pengeluaran sebesar Rp 840 juta belum sepadan dengan hasilnya.

Tak hanya soal nominal, Warga dan pengamat teknik konstruksi lokal juga mempertanyakan kualitas pengerjaan. Sambungan besi, misalnya, dinilai dilakukan tanpa metode standar.

“Kalau yang kerja itu tukang biasa tanpa pengawasan ahli, memang hasilnya bisa asal sambung. Tapi ini proyek negara, seharusnya ada standar minimal,” ungkap seorang warga yang memiliki pengalaman sebagai mandor bangunan.

Indikasi konflik kepentingan juga menguat, dihimpun dari berbagai sumber, pihak pelaksana proyek diduga masih memiliki hubungan kedekatan dengan aparat atau perangkat nagari, situasi seperti ini bisa membuka peluang penyimpangan, apalagi jika tidak diawasi ketat oleh pihak kecamatan, inspektorat, dan masyarakat.

Warga berharap, Inspektorat Kabupaten Agam, Kejaksaan Negeri Lubuk Basung, hingga aparat penegak hukum dapat segera memeriksa proyek tersebut.

“Kami bukan tidak percaya pemerintah nagari, tapi uang rakyat harus dipertanggungjawabkan secara jujur dan terbuka,” tegas seorang tokoh pemuda setempat.

Kasus ini menyoroti betapa pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana nagari, tanpa partisipasi dan pengawasan publik, potensi penyalahgunaan dana bisa terjadi di mana saja, bahkan di nagari kecil yang jauh dari sorotan.

Sementara warga terus menunggu kejelasan, yang berdiri kokoh baru sekumpulan tiang, entah kapan kantor Wali Nagari Bawan akan berdiri utuh, tapi yang pasti, kepercayaan publik kini sedang dalam proses.(C8N)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini