Jakarta, crew8news.com | Tewasnya Rahmat Vaisandri (Driver Bus Hijrah) di Wilayah Hukum (Wilkum) Polsek Pasar Rebo, Polres Jakarta Timur, Bulan Oktober 2024 lalu, menyisakan banyak kejanggalan. Awalnya, dilaporkan penyebab kematian pemuda Minang itu adalah karena dikeroyok.
Tetapi, setelah Tim Gabungan (Tigab), yang terdiri dari: Kantor Hukum Sago Manggopoh (MGP) & Patner, Militer Post, Bhayangkara Utama dan Lidik Krimsus RI, melakukan indept investigation serta bedah kasus, kejanggalan itupun makin menguap dan berbagai dugaan mulai bermunculan dari tewasnya Rahmat Vaisandri.
Baca: Misteri Tewasnya Rahmat Vaisandri di Pasar Rebo, Tim Gabungan Temukan Banyak Kejanggalan
“Saya mengikuti kasus itu (Rahmat Vaisandri). Menurut saya, kematiannya tidak wajar dan kejanggalannya mirip dengan kasus Sambo, dimana alibi awal Rahmat Vaisandri dituduh mencuri, lalu dikeroyok. Saat sekarat, menurut informasi yang saya dapat dari Militer Post, ada 4 orang yang mengantarkan tubuh lunglainya itu ke Polsek Pasar Rebo dan dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara terdekat,” ungkap M. Armawi Koto, Ketua Umum DPN (Dewan Pimpinan Nasional) Forum Komunikasi Masyarakat Piaman Indonesia dan juga merupakan ‘Urang Tuo’/ Tokoh Minang Nasional tersebut, Minggu (15/12/2024) kepada Bhayangkara Utama.
“Kenapa saya katakan mirip, sebab skenarionya sama dengan kasus Sambo, yakni istrinya disuruh buat laporan pelecehan Brigadir J. Kemudian, menjadi alibi Sambo sakit hati dan membunuh Brigadir J. Begitu juga dengan kasus Rahmat Vaisandri, jadi orang yang mengantar ia ke Polsek Pasar Rebo, mengaku dicuri HP serta dompetnya yang tidak ada isinya itu dan memicu pengeroyokan. Ada lagi yang sama, yakni CCTV sama-sama rusak. Nah, itu artinya, kasus ini menjadi tidak sederhana kan,” imbuhnya.
“Yang lebih aneh lagi, sejak laporan pengeroyokan Rahmat Vaisandri, yang saya ketahui dari Militer Post juga dibuat pada Tanggal 24 Oktober 2024, itu artinya hingga hari ini sudah berjalan hampir 2 bulan dan para terduga pelaku juga dikabarkan sudah dipulangkan ke kampung halamannya, dan Polisi seolah-olah susah untuk melacak kembali keberadaan mereka. Jadi, ada apa ini?,” beber Armawi Koto.
Lebih lanjut Armawi Koto mengharapkan, karena kasus ini dianggap ‘istimewa’ menurutnya tidak bisa lagi dibiarkan begitu saja bergulir sekehendak hati polisi, perlu adanya kekuatan politik dari orang-orang Minang, yang saat ini sudah duduk manis di Senayan.
“Ya jelas dong, kita butuh dorongan yang lebih kuat secara politik hukum, maka 14 orang Anggota DPR RI dan 4 orang Anggota DPD RI asal Sumatera Barat (Sumbar), harus turun tangan. Janganlah abai dengan perseolaan ini. Saya lihat ini sudah menjadi isu nasional dan sudah trending di media sosial, terutama Tiktok,” pungkasnya Armawi Koto. (Delta Team)