Ketika Purnama Academy dan Pemkab Tanah Datar Menyulut Kembali Nyala Tradisi
Crew8 News, Tanah Datar, 29 Juni 2025 – Senja perlahan turun di kaki Bukit Barisan, di pelataran megah Istano Basa Pagaruyuang, denting talempong mulai menggema, memanggil ingatan kolektif pada zaman ketika adat dan seni berjalan seiring dengan hidup sehari-hari. Malam itu, Istano tak hanya berdiri sebagai simbol masa lalu, tapi benar-benar hidup sebagai jantung budaya Minangkabau yang berdetak kembali.
Ratusan pasang mata tertuju ke panggung, dari anak-anak hingga orang tua, dari wisatawan luar kota hingga perantau yang rindu kampung halaman, semua larut dalam pertunjukan yang tak hanya menghibur, tetapi juga menghidupkan, Tari tradisional, randai, sastra lisan, dan musik talempong bukan sekadar atraksi, melainkan pernyataan, kita masih di sini, kita masih berbudaya.
Dibalik kemegahan acara ini, ada semangat kolaboratif antara Purnama Academy dan Pemerintah Kabupaten Tanah Datar, bagi Dio Gildy, koordinator acara, kegiatan ini bukan sekadar pentas seni.
“Sanggar-sanggar itu adalah benteng terakhir kebudayaan kita,” ujarnya penuh semangat.
“Kami ingin budaya Minang kembali dipanggil ke panggung, bukan hanya untuk dilihat, tapi dirasakan.”
Dan semangat itu benar-benar terasa. Rini Marlina, seorang wisatawan dari Pekanbaru, mengaku terpukau.
“Kami seperti masuk ke dalam cerita Minangkabau itu sendiri,” katanya sambil menggandeng tangan anaknya yang masih takjub melihat para penari berbalut busana adat.
Bagi Elena, mahasiswa muda dari Padang, malam itu adalah pengakuan bahwa budaya leluhur bisa relevan dan keren, “Tradisi bisa jadi tren,” katanya dengan yakin.
Sementara itu, dari balik panggung, terdengar suara penuh haru dari Hendra Yoni, pengelola Sanggar Gumalang Sakti, “Bagi anak-anak kami, tampil di sini bukan sekadar tampil, Ini pelajaran tentang jati diri.” Matanya berkaca-kaca, bangga sekaligus terharu melihat anak-anak asuhnya berani menari di depan publik yang luas.
Namun mungkin yang paling menggugah adalah kata-kata dari Ridwan, pengelola Istano Basa Pagaruyuang.
“Istano bukan hanya bangunan, Ia adalah ruang hidup tradisi, dengan acara seperti ini, ruh budaya Minangkabau kembali bernapas.”
Dan malam itu, budaya Minangkabau memang tak hanya bernapas, ia menari, berbicara, dan menyentuh jiwa siapa pun yang hadir.
Dengan pertunjukan rutin yang dirancang berkelanjutan, Tanah Datar menegaskan dirinya sebagai pusat kebudayaan yang bukan hanya menjaga warisan, tapi juga menghidupkannya, karena budaya, seperti kehidupan, akan terus menemukan caranya untuk bersinar, terutama ketika ada mereka yang bersedia menyalakan cahayanya.
(Team crew8 News)